Wednesday, September 19, 2007

China : Pengaruh Politik dan Ekonomi di Asia Tengggara


China merupakan salah satu negara yang paling besar di dunia. Kebudayaannya telah menjadi inti dari kebudayaan di Asia Timur pada umumnya. Sejak ribuan tahun sebelum masehi, China sudah membangun banyak sistem kehidupan manusia – termasuk hubungan antarnegara - dan melahirkan prinsip-prinsip pemikiran ketimuran yang tetap lestari sampai saat ini, bahkan tetap mengakar kuat di dalam budaya China modern sekalipun. Kebudayaan China bahkan telah melahirkan “Lingkaran Kebudayaan Han” di Asia Timur, yaitu budaya yang menginspirasi rakyat China, Jepang, dan Korea yang sepintas terlihat mirip.
Bangsa China, atau yang juga disebut Tionghoa, juga dikenal mahir berdagang. Hal inilah yang menjadikan ekonomi China maju pesat pada saat ini maupun pada masa lampau.


China juga telah memiliki mekanisme hubungan antar negara yang baik sejak dulu. Kekaisaran China bahkan sempat menjalin hubungan dagang dengan bangsa Eropa melalui Jalur Sutera (Silk Road) yang menghubungkan Eropa dan Asia lewat darat. Selain itu, China juga menjalin hubungan perdagangan dan kenegaraan dengan berbagai kawasan di dunia, termasuk Asia Tenggara yang memiliki letak geografis yang strategis bagi perdagangan.

China kuno juga telah meletakkan dasar-dasar yang kuat bagi sistem ekonomi, politik, serta sosial budayanya, sehingga dapat dikatakan China telah memiliki ciri khas dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegaranya. Beberapa dasar yang khas tersebut terdapat dalam berbagai bidang, antara lain :

Filsafat Pemikiran
Terdapat banyak filsuf dan aliran kepercayaan China kuno yang benar-benar asli muncul dari rakyat China. Contohnya aliran Konfusionisme yang banyak dianut oleh masyarakat China kontemporer,dipelopori oleh Kong Fu Tse. Masih banyak pula aliran kepercayaan lain seperti Taoisme dan Zen. Kesemuanya itu mengambil Ren (cinta manusia) sebagai inti ajarannya.

Perkembangan Peradaban dan Perdagangan
Catatan sejarah China yang lebih dari 5000 tahun secara tidak langsung telah mengukuhkan bangsa China sebagai salah satu bangsa yang paling beradab. Penemuan teknik pertanian, penemuan huruf hanzi (kanji), pembuatan kompas, mesiu, dan alat-alat percetakan juga pertama kali dilakukan oleh warga Tionghoa yang mayoritas suku Han ini.
Selain itu, kekaisaran Tionghoa kuno telah mampu menjalin hubungan perdagangan yang cukup intensif dengan Eropa, Asia Tenggara,dan lain-lain, sekaligus meletakkan dasar-dasar pelayaran dan diplomasi kuno ala Asia.


Pemerintahan dan Politik
Berdasarkan aliran kepercayaan dan budaya orang China yang sopan santun dan saling mengasihi, maka kebijakan pemerintahan China juga berintikan kesejahteraan sosial. Walaupun pada masa kedinastian Han, masalah pemerintahan masih sangat ketat, namun rakyatnya makmur sejahtera. Setelah pengaruh barat mulai masuk dan mempengaruhi cara berpikir orang China, demokrasi pun mulai dianggap sebagai sistem yang relevan untuk pemerintahan. Namun, saat ini China modern lebih mengedepankan sosialisme bagi seluruh aspek kehidupan bermasyarakat dan bernegara, yang dipimpin oleh Partai Komunis China.

Setelah mengalami evolusi dan modernisasi kebudayaan serta reformasi dan keterbukaan, Republik Rakyat China lambat laun menjadi sebuat kekuatan yang dominan di dunia internasional dalam beberapa bidang. Secara ekonomi, volume perdagangan China yang tumbuh setiap periodenya telah membantu Gross Domestic Product (GDP) meningkat dengan cepat. Salah satu sumbangan besarnya adalah melalui kerjasama dengan negara-negara di Asia Tenggara (ASEAN) sebagai mitra dagang yang baik.

Beberapa bentuk kerja sama dengan negara-negara Asia Tenggara antara lain :
Sejak masa Kedinastian, telah banyak perwakilan dari China dan negara-negara Asia yang saling mengunjungi,seperti Zheng Ho yang datang ke Indonesia. Ia lalu membagi pengetahuan teknologinya pada penduduk setempat.
Perjuangan bersama melawan negara kolonialis yang menjajah kawasan Asia, baik China maupun negara di Asia Tenggara.
Saat ini, China telah menjadi mitra dagang dan mitra dialog yang baik bagi ASEAN, dan bahkan melaksanakan program China ASEAN Free Trade Area (CAFTA),juga TAC, DOC, EPG,dan lain lain.
China juga tergabung dalam penanganan masalah bersama di Asia Tenggara dalam KTT China-ASEAN, khususnya konflik perdagangan dan masalah moneter lainnya.
China telah menjadi salah negara pemberi bantuan keuangan dan material terbanyak di kawasan Asia Tenggara dan sekaligus berpartisipasi dalam penanganan lapangan bencana alam gempa bumi dan tsunami yang terjadi di Asia Tenggara.
Namun hubungan China-Asia Tenggara kadangkala mengalami pasang surut dan beberapa ketegangan internasional. Salah satunya disebabkan oleh campur tangan pihak lain di luar konflik internal yang dihadapi. Beberapa contoh yang mewakili hal ini adalah :
Hubungan Indonesia dan China yang terganggu akibat campur tangan pihak asing pada sekitar tahun 1960. Indochina juga merasakan dampak dari hal tersebut.

Sebelum pertengahan 1990-an,China – ASEAN berkembang sangat lamban, karena kekurangan rasa saling percaya dan berselisih paham.
Namun hal tersebut dapat segera diatasi dengan pemulihan hubungan diplomatik China dengan beberapa negara ASEAN, seperti Indonesia, Singapura, dan juga Vietnam. Dan akhirnya hubungan ekonomi dan perdagangan China – ASEAN kembali berjalan normal, ditandai dengan semakin banyaknya penanaman modal dan pinjaman kredit lunak yang diberikan China ke negara – negara ASEAN. China mengklaim pemberian 1/3 dari total USD 10 milyar kredit lunak bagi negara-negara ASEAN.

China telah berkembang secara definitif, mulai dari awal terbentuknya kebudayaan di sana sejak 7000 tahun yang lalu hingga masa modernisasi dan globalisasi saat ini. Salah satu hal yang menjadi ciri khas dalam kehidupan rakyat China adalah perdagangannya yang sangat dinamis.
Namun di balik segala kemajuan tersebut ternyata China belum dapat berdiri sejajar dengan negara-negara maju lainnya seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa. Pendapatan perkapitanya belum dapat dikategorikan dalam standar negara maju. Dalam kenyataannya, China masih memiliki masalah internal yang pelik seperti kemiskinan, masalah lingkungan, dan isu kependudukan.

Pemerintah China sendiri yang saat ini didominasi oleh Partai Komunis China, belum dapat menyelesaikan problematika tersebut, dan malah menindaklanjuti beberapa kebijakan lain di bidang pertahanan dan militer, seperti Kebijakan Satu China, serta penambahan anggaran militer yang tidak diimbangi dengan peningkatan kesejahteraan rakyat.
Dalam hal ini banyak ditekankan bagaimana China sangat penting untuk dijadikan mitra kerja sama yang baik. Terlihat dari banyaknya kerja sama ekonomi yang digalakkan China di Asia Tenggara untuk mendapat keuntungan sebanyak mungkin. Namun, kemungkinan lain yang dapat timbul adalah semakin tingginya tingkat ketergantungan negara-negara Asia Tenggara nantinya pada sistem ekonomi yang sudah diimplementasikan China saat ini. Tentunya posisi tawar-menawar China jauh lebih kuat untuk menarik negara berkembang yang lain untuk masuk ke dalam mekanisme perdagangan China.

Namun semua itu tak lepas dari ambisi politik China di bawah pemerintahan Hu Jintao yang ingin menguasai semua sektor kehidupan dan tidak ingin negara lain mengintervensi urusan dalam negerinya. Tetapi China sendiri sangat intens untuk dilibatkan dalam segala urusan antarnegara yang terjadi di dunia internasional, sehubungan dengan masuknya China sebagai anggota tetap Dewan Keamanan PBB.

Sebagai sesama negara berkembang, hendaknya negara Asia Tenggara tidak terlalu banyak bergantung pada negara lain, agar nantinya dapat bersaing di dunia internasional. Sebab, bagaimanapun, China cenderung mulai meninggalkan kebijakan lamanya yang sosialis menuju kekebijakan ekonomi yang lebih kapitalis dari sebelumnya. Revolusi dan reformasi keterbukaan di China sesungguhnya telah membuka ketertutupan China dalam pergaulan internasional, hingga China tak bisa lagi memaksakan ciri khas pemerintahannya secara mutlak lagi.

Di lain sisi,negara-negara ASEAN juga tak perlu terlalu antipati terhadap niat kerja sama China ,karena banyak pula manfaat yang dapat diambil untuk kesejahteraan dalam negeri, seperti pemberian hibah, beasiswa, dan alih teknologi yang harusnya dapat lebih memperkaya taraf hidup negara-negara berkembang di Asia Tenggara.

Dialog-dialog harus terus dilaksanakan demi terjaminnya hubungan baik kedua kawasan di masa yang akan datang, baik di bidang politik, sosial budaya, dan ekonomi. Namun yang perlu diperhatikan adalah masing-masing negara harus mampu mempertahankan kepentingan nasional dan rasa saling menghormati agar hubungan diplomatik yang baik dapat terus terbangun.

Gender dan Politik - Masuknya Wanita ke Sektor Publik



Di akhir abad ke-20,berbagai konferensi dan konsensus mulai muncul sebagai bentuk kesadaran dunia internasional akan hak-hak wanita. Kongres-kongres tersebut antara lain International Women’s Year Conference (1975) dan The United Nations Fourth World Conference on Women di Beijing (1995). Kesadaran akan perlunya eksistensi perempuan untuk dilindungi pun semakin besar dari masa ke masa.


Seperti diharapkan, negara-negara maju sangat mendukung terbentuknya potensi perempuan di negaranya yang lebih kuat lagi. Didukung pula dengan nilai-nilai kesetaraan yang lebih memadai dibandingkan negara-negara sedang berkembang, perlindungan terhadap hak perempuan pun mulai dibangun dan diberikan dasar hukumnya.

Dalam perspektif dunia barat, konsep feminisme dan hak-hak wanita memang masih sedikit terasa asing dan bahkan kurang populer di kalangan perempuan sendiri. Padahal setidaknya ada beberapa hal krusial yang telah ditetapkan sebagai parameter keberhasilan pemberdayaan gender oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa, yaitu tentang status ekonomi yang relatif, penghasilan yang memadai, serta akses terhadap posisi parlemen dan profesionalitas.

Hal-hal seperti itulah yang turut menumbuhsuburkan kejayaan dan kepopuleran feminisme di dunia barat pada khususnya. Perempuan mulai sadar akan haknya dan mulai berjuang untuk mendapatkan kesetaraan dengan laki-laki, terutama dalam hak dan kewajibannya. Transisi paling penting yang menandai perubahan paradigma peranan perempuan ini adalah mulai masuknya perempuan ke dalam sektor publik yang sebelumnya didominasi laki-laki.


Pendekatan feminis radikal sangat tepat digunakan dalam kajian yang lebih dalam mengenai peran perempuan dalam sektor publik. Perempuan mulai memperluas fungsinya dari sektor privat atau rumah tangga menuju sektor publik atau disebut pelayanan masyarakat. Keberadaan tersebut ditopang oleh diratifikasinya berbagai konvensi oleh negara maju seperti The Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women pada 1999 yang mendesak negara untuk membentuk hukum yang melindungi perempuan beserta hak-haknya.

Sebagai negara pendukung utama hak asasi manusia, Amerika Serikat lagi-lagi menjadi pemain utama dalam penegakan hak perempuan. Sejak diberikannya hak politik bagi perempuan untuk berpartisipasi dalam pemilihan umum di awal kemerdekaan Amerika, peranan perempuan untuk berpartisipasi lebih luas dalam politik terus diakomodasi oleh pemerintah.

Selain itu kemerdekaan untuk berpartisipasi atau berkumpul dan berserikat di negara berkembang jauh lebih buruk dibandingkan di negara maju. Feminis radikal berpendapat bahwa keadaan ini bersumber pada satu akar masalah yaitu sistem patriarki yang sangat ketat diberlakukan di negara berkembang. Terbukti dengan partisipasi politik perempuan Indonesia yang sangat kurang walaupun telah diberlakukan kuota parlemen sebanyak 30 % bagi perempuan. Pandangan bahwa panggung politik adalah masih milik laki-laki sangat berperan dalam kasus ini. Belum lagi kurang adanya pendidikan dan penanaman pemahaman kesetaraan gender dalam tingkat keluarga sampai masyarakat luas.

Sedangkan di negara maju, perempuan sudah diakui kontribusinya, terutama bagi negara dan masyarakat. Sistem patriarki perlahan lebih fleksibel dan mengabsorpsi kepentingan perempuan. Adanya kesamaan penghargaan gender membuat iklim bermasyarakat menjadi lebih adil bagi perempuan. Akses terhadap pekerjaan dan patisipasi politik lebih merata berdasarkan prinsip hak asasi yang lebih populer di dunia barat kontemporer.

Pada intinya, hambatan budaya menjadi faktor yang signifikan dalam meninjau intensitas peranan perempuan dalam sektor publik. Kegley dan Wittkopf (2001) menjelaskan bahwa tendensi negara berkembang dalam menyikapi peranan gender adalah melalui kacamata tradisi budaya dan kepercayaan setempat, yang dirasa sangat kuat dan adanya asumsi bahwa perempuan tidak membutuhkan apa yang dipunyai laki-laki.

Sedangkan pembedaan gender sudah semakin memudar dalam perspektif barat, di mana isu mengenai hak perempuan serta pemberdayaan perempuan lebih dominan mewarnai dinamika perkembangan perempuan dalam sektor publik. Terlebih lagi sektor privat juga terkena imbas dari perluasan peranan perempuan ini. Terdapat asumsi bahwa terbukanya akses penididikan bagi perempuan biasanya berhubungan dengan penundaan pernikahan, peningkatan peran dalam urusan keluarga, dan adanya kecenderungan untuk melahirkan sedikit anak saja, agar mereka dapat bekerja.

Namun tidak dapat dipungkiri bahwa globalisasi dan media juga turut mendukung persebaran ide-ide peningkatan peranan perempuan dalam sektor publik. Kampanye dan pemberitaan yang marak memicu masalah gender menjadi signifikan sebagai suatu isu. Intensitas kampanye dan gerakan pemberdayaan perempuan lebih marak di negara maju karena kesadaran mereka lebih tinggi.

Contoh yang paling deskriptif mengenai perbedaan penghargaan peranan wanita antara negara maju dan negara berkembang adalah sebagai berikut. Pada 1893, Selandia Baru menjadi negara pertama yang memberikan wanita hak untuk memilih dalam pemilihan umum. Sedangkan perempuan Kuwait pada tahun 1998 masih berjuang untuk mendapatkan hak yang sama. Dengan pemenuhan hak politik dan ekonomi, peranan di sektor publik dapat lebih berkembang dan diterima masyarakat sebagai perubahan perspektif ke arah yang lebih baik terhadap peranan perempuan itu sendiri.

Boxer Rebellion (Yi He Tuan Qiyi) 1899-1901


Pemberontakan Boxer terjadi di China, khususnya China utara (Shantung), sebagai basis kaum petani yang termarginalkan dari peradaban China yang lebih maju di pusat pemerintahan. Kaum petani ini terkonsentrasi di tempat yang banyak terdapat tambang dan jalur rel kereta apinya. Kegiatan mereka bersifat rahasia, dan mereka juga berlatih bela diri dengan mempraktekkan jurus meninju, yang diyakini oleh para petani dapat meningkatkan kekebalan fisik mereka dari senjata. Oleh karena itu, orang barat menyebut mereka “boxer”. Yang menjadi sasaran pemberontakan ini adalah bangsa barat, lebih spesifik lagi adalah kepada para misionaris Kristen yang mereka anggap telah merendahkan derajat dan kebudayaan warga asli China. Saat itu China berada di bawah pemerintahan Janda Kaisar Tsu Hsi dalam Dinasti Qing, dinasti terakhir dalam sejarah China.
Latar Belakang Peristiwa
Kaum petani ingin menghancurkan Dinasti Qing yang dianggap tidak becus dalam menjaga isolasi China dari pengaruh barat, terutama setelah China kalah dari Inggris pada 1842 dan China terpaksa mematuhi Traktat Nanjing.
Kaum petani ingin membebaskan China dari pengaruh-pengaruh asing yang dianggap merusak kebudayaan dan ideologi China, baik melalui bidang perdagangan, politik, teknologi dan juga religi. Selain itu pihak barat juga melarang kepercayaan Confusianisme di China secara sepihak.
Kaum petani tidak senang melihat bangsa barat, utamanya para misionaris Kristen, diberi kedudukan sosial yang lebih istimewa dibanding rakyat asli China.
Jalannya PeristiwaDiawali dengan sengketa terhadap suatu kuil di Shandong antara para misionaris dan rakyat. Setelah misionaris menguasai kuil tersebut dan menjadikannya gereja, para petani pemberontak yang selanjutnya disebut kaum Boxer, menyerang dan membakar gereja tersebut.
Pada tahun 1899 Kaum Boxer melakukan pembantaian massal pada misionaris Kristen dan orang China yang menjadi pengikutnya. Para diplomat asing dan warga asing lainnya juga dibunuh.
Mei 1900, kaum Boxer mulai memasuki ibukota dan menyebarkan seruannya, dan mereka dijadikan angkatan khusus dan digaji oleh Kaisar.
Janda Kaisar Tsu Hsi pada 1900 memanfaatkan pemberontakan ini sebagai alat melawan Barat, dengan meningkatkan suplai makanan ke Peking Legation Quarter di mana orang asing dikepung, sembari memerintahkan agar semua orang asing dibunuh.
Kaum Boxer menyerang Tianjin dan Peking sebagai tindak lanjut dari perintah janda kaisar Tsu Hsi. Kaum Boxer juga sukses membunuh menteri Jerman yang ada di China.
China mendeklarasikan peraang terhadap sekutu yang sedang menduduki China.
Perlawanan Barat Terhadap Kaum Boxer
Negara-negara barat tentu saja tidak terima terhadap pemberontakan ini, karena kepentingan mereka untuk menguasai China terganggu. Negara-negara barat selain Inggris yang turut menginvasi China pun memanfaatkan pemberontakan ini untuk semakin memperkuat legitimasi kekuasaan mereka di China. Maka dari itu, negara-negara barat yang tergabung dalam Sekutu Delapan Negara mulai merencanakan berbagai taktik untuk menghentikan pemberontakan ini. Aliansi ini dikomando oleh Edward Seymour dan Alfred Gaselee. Sementara tentara China dikomando oleh Tsu Hsi.
Tentara Sekutu yang terdiri dari Inggris, Amerika Serikat, Jerman, Rusia, Perancis, Jepang, Italia, dan Austro-Hungaria membentuk aliansi untuk menahan pemberontakan ini serta melindungi segala kepentingan mereka di China termasuk para misionaris. Mereka tiba di Peking,di mana mereka dilaporkan merampok dan membantai penduduk setempat, sebagai aksi balasan atas pemberontakan Boxer.
Penyelesaian Pemberontakan BoxerDatangnya ekspedisi Tentara Jerman dengan jumlah sekitar 20.000 personil di bawah Marsekal Count Von Waldesse telah membuat kekuatan pemberontak semakin melemah. Sejak saat itu, kebanyakan tentara Eropa ditarik dari wilayah serangnya dan menyisakan tak seorangpun tentara China di basis-basis perjuangan mereka di Shantung, Nanjing, maupun Peking.
Tentara Aliansi juga menghancurkan desa-desa yang pernah dipakai sebagai markas kaum Boxer dan membunuh semua yang ada di dalamnya. Kemudian tentara Aliansi juga mengirim sepasukan prajurit ke Beijing dari Tsientin, setelah meredakan pemberontakan di sana.
Kaum Boxer, terutama, ternyata tidak dapat menandingi kekuatan Aliansi. Basis-basis asing yang dulu mereka kepung akhirnya dapat direbut kembali oleh tentara Aliansi, dan ganti istana kaisar yang dikepung. Hal ini telah berhasil memaksa Janda Kaisar Tsu Hsi kabur dari singgasananya.
Akhirnya tentara Aliansi merayakan kemenangannya dengan berparade di Kota Terlarang dan mengeluarkan kebijakan perdamaian yang tidak seimbang bagi China, sembari menyingkirkan kaum Boxer dari China.