Tuesday, September 25, 2012

Piece of Absurdity


Selamat datang absurditas.

Itulah sepenggal deskripsi mengenai keseharian saya belakangan ini. Tak ada liburan yang memuaskan, juga tak ada kesempatan untuk rehat. Ada beberapa tugas dan target-target pribadi yang terselubung dalam aktivitas kerja, ehem, semoga tidak mengontaminasi spirit kerja itu sendiri.

Payah.

Berkecimpung lebih dalam di dunia akademik tak lantas membuat saya makin cerdik cendekia memandang suatu dilema, malah semakin emosional. Ditambah lagi, umur yang seperempat abad ini memang terasa tawar karena kurangnya rasa tenang dan ikhlas. Namun semua ini tertolong dengan rekan-rekan yang selalu mendukung dan kadang suka melempar joke sembarangan tanpa lihat-lihat perasaan.

Saya ini ada sifat melankolisnya sedikit, ternyata ya. Suka memantau perasaan sekali-kali.

Disiplin itu cara utama menghargai diri sendiri. Dalam hemat saya, disiplin malah kadang membikin kesepian, tidak menikmati hidup. Ada kalanya ketar-ketir menjalani hidup yang terus berceceran dan kurang inspirasi, namun menjadi orang bebas sepertinya bisa melepas penat.

Ya, untuk apa menjadi sempurna, kalau terjebak dalam absurditas. Tapi saya suka sekali lho kalau lihat orang teratur, serba terorganisasi, karena itu sebuah seni tersendiri. Saya berharap bisa jadi seperti itu, dan saya sedang belajar ke arah situ.

Dengan bantuan kolega yang semuanya lebih senior dari saya di sebuah --atau dua buah universitas-- saya harap saya bisa lebih "menunduk" dan mengembangkan unggah ungguh alias etika saya dalam menelusuri dunia pendidikan. Alasan utamanya, saya harus mendidik diri dulu sebelum mengarahkan orang lain. Ya, saya juga sekarang bekerja sebagai pengajar, untungnya di bidang ilmu yang saya tekuni juga.

Ah, satu lagi. Uang. Masalah kita semua. Dan itu salah satu alasan saya hijrah ke ibukota dan lebih mementingkan menemukan pekerjaan dibanding mendidik diri. Keinginan untuk mandiri mengalahkan keinginan untuk terjun ke dunia intelektualita, menggerus semangat pengabdian. Tapi, saya masih tak tahu caranya. Kalah dengan buramnya otak saya.

Namun itulah kita semua.

Karena saya absurd, nggak jelas, makanya harus banyak ikut mereka-mereka ini. Biar saya ngaku saja di sini kalau saya malu-maluin, suka bosan, dan harus banyak baca dan mendengarkan orang bicara. Tidak perlu buat resolusi, karena pasti saya langgar. Saran untuk kalian yang ingin belajar, cari figur yang tepat untuk dicontoh, dan belajarlah dengan dituntun. Jangan pernah sombong dan tidak adaptif, nanti sifat itu membunuh logika kalian sendiri.

Jangan lupa temukan tujuan hidup kalian. Dan kasih tahu saya kalau sudah ketemu. Mungkin itu jalan saya juga.

Mungkin blog ini akan dihiasi cerita gajebo yang lain.