Saya tak pernah benar menyimpan ekspektasi, hingga beberapa lompatan waktu terakhir.
Saya sudah agak lupa bagaimana caranya bersenang-senang secara maksimal, lupa bagaimana menjerit ketika sedang nonton film seram, lupa bagaimana harus memberi mahasiswa waktu berpikir ketika saya bertanya, lupa juga bagaimana jalan dengan santai saja.
Semua karena target yang menumpuk. lalu target tersebut membuat kita tak menikmati diri sendiri apa adanya. Bisakah kita lalu berhenti berharap yang terbaik ?
Ini pertama kalinya saya ingin menjadi seseorang. Seorang yang notable, baik, memiliki jiwa yang kuat, sadar akan kosmos, serta memiliki jalur hidup. Benar saja, sekarang saya telah menemukan dunia di mana saya agak kuatir jika dipisahkan darinya. Saya ingin begini saja, tidak mengganggu siapapun, namun bisa menjadi diri sendiri.
Soal karir, sungguh saya ingin menjadi seorang yang kontributif, bukan hanya pintar untuk kepuasan dirinya saja. Makin sulit bagi saya untuk membaur di tempat baru, jangankan tempat baru, berbicara pada orang yang baru dikenal pun jadi agak kikuk, tak seperti ketika dulu menjadi seorang mahasiswa baru. Menyerap tambahan ilmu rupanya membuat saya jadi orang yang terlalu hati-hati sehingga tidak lepas lagi dalam bergaul. Oh ya, saya juga sudah buat resolusi untuk baca jurnal, satu judul dua hari. Biar tidak terlalu revolusioner dan kelihatan sok.
Tapi sungguh saya ingin menjadi orang yang bisa mengembangkan sebuah ilmu. Apapun yang berjalan saat ini, kepedulian saya terasa terpanggil dengan sendirinya. Makin sering saya berfikir terlalu dalam tentang sesuatu. Mungkin saya harus jadi filsuf?
Filsuf, cocok untuk membahas perkara asmara. Ah, saya tak pernah mengalami yang namanya putus sambung, dibohongi pacar, apalagi diselingkuhi. Saya benar-benar sadar pentingnya memahami esensi hubungan antar manusia ketika saya sungguh jatuh cinta seperti sekarang. Membuat kita selalu ingin mencari kekasih, dan ketika telah bersamanya ia akan kita jadikan kebanggaan.
Sungguh brilian hidup ini mendorong kita untuk selalu mencari. Tidak ada seorang makhluk hidup pun yang tak melakukan pencarian.
Entah kata siapa, bahwa manusia ialah makhluk yang mencari makna. Ada bahasa latinnya, kok. Sehingga muncullah ilmu semiotika itu dan saudara-saudaranya.
Saya ingin sekali mencari makna. Bersama semua jurnal ini, bersamanya, dan bersama kalian juga. Saya hanya ingin bisa memercayai diri sendiri dan yakin akan kekuatan hati dan jiwa ini.
Saya menyimpan ekspektasi, sekali lagi, atas semua ini. Saya merasa diri ini tersadar dari lena.