Pernah dalam suatu hari saya naik kereta Gajayana relasi Malang-Jakarta sendirian, kira-kira pada masa saya sedang kuliah untuk gelar saya yang terakhir saya sabet ini.
Dalam kereta eksekutif ini, saya duduk, yang kebetulan menghadap layar Tv kereta meski ada beberapa saf penumpang lain di depan. Muncullah beberapa sosok pemuda yang sangat well-groomed, menari dan meliuk dengan kompak bersamaan. Saat saya tahu bahwa kelompok cowok ini ialah boyband bertitel XO-*IX, dengan sangat tidak harmonis membawakan ulang lagu Dewa yang judulnya Cinta 'kan Membawamu, saya jadi semakin tidak bisa tidur, padahal jam sudah lewat pukul 21.00.
Apa pasal?
Dengan gaya tipikal boyband a la Korea yang demen berpakaian kinky, overdone make-up, dan agak maksa sedikit cengkok bernyanyinya, mata saya juga seperti sedang nonton sesuatu yang lebih aneh dari lawakan garing OVJ. Seingat saya, "seragam" mereka dalam video klip tersebut ialah paduan hitam-berkilau dan nuansa keperakan. Lalu tatanan rambut jabrik dan ada juga yang sepintas a-la Rihanna, serta gaya koreografinya yang sepertinya punya maksud menggabungkan nuansa seksi dengan misterius. Tapi entah ya.
Namun bukan penampilan mereka yang membuat saya agak mabuk darat, meski saya sebelumnya sudah kebal sekali naik kendaraan yang goyangannya agak mahadahsyat.
Tapi simply karena mereka tidak bisa membawakan keagungan dan rasa dari lagu itu. Dari segi musikalitas, banyak sekali detil ketukan perkusi yang tidak perlu, serta sepintas sahut-menyahut lirik antar personelnya membuat lagu bagus ini menjadi turun derajat.
Padahal dengan kesederhanaan komposisi Dewa, lagu ini bisa terdengar syahdu.
nah cerita utamanya ada di sini.
Saya lalu mengirimkan post ke twitter yang mengkritik ketidaksukaan saya pada grup ini. Dan secara mengejutkan, muncul retweet dari seorang fansnya yang dengan sengit mendiskreditkan komentar saya. Oh ya, fans ini juga sepertinya masih SMA. saya membalasnya dengan menulis bahwa itu penilaian saya, terserah jika ada pendapat yang lain.
Ia tetap tak terima, dan mengatakan bahwa lagu yang mereka bawakan bagus, terbukti dari keberhasilan pemuda-pemuda klimis tersebut menancapkan lagu itu pada top-chart salah satu stasiun radio di Solo.
Entah stasiun radio apa yang ia dengar.
Lalu, ia dengan menakjubkannya meretweet saya kepada akun salah satu personel boyband nya, dan setelah saya tengok lagi timeline nya dalam beberapa hari, tak ada tanggapan dari idolanya itu dan ia pun "mengadukan" tentang saya pada teman-temannya yang lain. Mungkin sesama fans.
Oh, what a teen.
Saya generasi 90-an, dan saya juga suka beberapa boyband barat dan Asia. Ya, tetapi nggak segitunya bela-belain menjadi penggemar yang labil, yang kelihatannya harga dirinya ikut tercabik ketika idolanya dikritik. Kalau kalian (yang memang sudah dewasa lho, ya) lihat sendiri twit jaman kapan itu, pasti ngakak sendiri.
Untung saya cepat sadar tidak untuk meladeni balasannya yang makin tak rasional dan akhirnya mem-blok akunnya. Ah, remaja jaman sekarang.Seleranya perlu dibetulin mengikuti standar kualitas konten dan musikalitas.
Bagus lagi kalau ada misinya. Ada pesan penyadaran.
Tampaknya industri musik tak butuh hal-hal begitu. One-hit maker sudah terlalu menjamur di pasaran, dan trik aji-mumpung juga menjadi sarana selebritis yang tidak bisa nyanyi untuk menaikkan popularitas. Nampaknya barat juga lagi kehilangan inspirasi. Banyak lagu bertema hura-hura, seks, dan percintaan yang dangkal menghiasi berbagai sajian hiburan on-air maupun off-air.
Saya sendiri, nggak butuh barang tak berbobot apalagi tak bermakna. Tidak selalu berat, banyak musik easy listening berlirik dalam, menggugah, dan lebih "bercerita" seperti Endah N Rhesa, Zee Avi, atau coba saja ziarahi kembali beberapa lagu Michael Jackson.
Oh ya, bagi saya musik bagus itu, paling tidak, memanjakan pendengaran, otak, dan menimbulkan pelepasan dan kepuasan.
Yang saya ingat dari perjalanan selama kurang lebih 15 jam itu, ialah kuping saya capek mendengarkan beberapa lagu dan iklan yang terus diulang-ulang dari sore sampai pagi.
Betul-betul malam yang panjang, jika harus diiringi suasana begitu.