Selamat
datang absurditas.
Itulah sepenggal deskripsi mengenai keseharian saya
belakangan ini. Tak ada liburan yang memuaskan, juga tak ada kesempatan untuk
rehat. Ada beberapa tugas dan target-target pribadi yang terselubung dalam aktivitas
kerja, ehem, semoga tidak mengontaminasi spirit kerja itu sendiri.
Payah.
Berkecimpung lebih dalam di dunia akademik tak lantas
membuat saya makin cerdik cendekia memandang suatu dilema, malah semakin
emosional. Ditambah lagi, umur yang seperempat abad ini memang terasa tawar
karena kurangnya rasa tenang dan ikhlas. Namun semua ini tertolong dengan
rekan-rekan yang selalu mendukung dan kadang suka melempar joke sembarangan
tanpa lihat-lihat perasaan.
Saya ini ada sifat melankolisnya sedikit, ternyata ya.
Suka memantau perasaan sekali-kali.
Disiplin itu cara utama menghargai diri sendiri. Dalam
hemat saya, disiplin malah kadang membikin kesepian, tidak menikmati hidup. Ada
kalanya ketar-ketir menjalani hidup yang terus berceceran dan kurang inspirasi,
namun menjadi orang bebas sepertinya bisa melepas penat.
Ya, untuk apa menjadi sempurna, kalau terjebak dalam
absurditas. Tapi saya suka sekali lho kalau lihat orang teratur, serba
terorganisasi, karena itu sebuah seni tersendiri. Saya berharap bisa jadi
seperti itu, dan saya sedang belajar ke arah situ.
Dengan bantuan kolega yang semuanya lebih senior dari
saya di sebuah --atau dua buah universitas-- saya harap saya bisa lebih
"menunduk" dan mengembangkan unggah ungguh alias etika saya
dalam menelusuri dunia pendidikan. Alasan utamanya, saya harus mendidik diri
dulu sebelum mengarahkan orang lain. Ya, saya juga sekarang bekerja sebagai
pengajar, untungnya di bidang ilmu yang saya tekuni juga.
Ah, satu lagi. Uang. Masalah kita semua. Dan itu salah
satu alasan saya hijrah ke ibukota dan lebih mementingkan menemukan pekerjaan
dibanding mendidik diri. Keinginan untuk mandiri mengalahkan keinginan untuk
terjun ke dunia intelektualita, menggerus semangat pengabdian. Tapi, saya masih
tak tahu caranya. Kalah dengan buramnya otak saya.
Namun itulah kita semua.
Karena saya absurd, nggak jelas, makanya harus
banyak ikut mereka-mereka ini. Biar saya ngaku saja di sini kalau saya malu-maluin,
suka bosan, dan harus banyak baca dan mendengarkan orang bicara. Tidak perlu
buat resolusi, karena pasti saya langgar. Saran untuk kalian yang ingin
belajar, cari figur yang tepat untuk dicontoh, dan belajarlah dengan dituntun.
Jangan pernah sombong dan tidak adaptif, nanti sifat itu membunuh logika kalian
sendiri.
Jangan lupa temukan tujuan hidup kalian. Dan kasih
tahu saya kalau sudah ketemu. Mungkin itu jalan saya juga.
Mungkin blog ini akan dihiasi cerita gajebo yang
lain.