Thursday, November 29, 2007

Mengenai Melancholy


Mungkin akan sulit bagiku untuk memulai menulis sesuatu yang bernuansa sedikit romansa dan filosofis. Mengapa? Karena mungkin... aku seorang yang lebih praktikal, lebih menyukai proses serta pekerjaan; dan agak menafikan apa yang melatarbelakangi mengapa sesuatu terjadi. Meski begitu, aku juga mendapat manfaat dari merenungi diri dan menelusuri apa yang terus membayanginya dengan mencari penjelasan sendiri. Itulah mengapa title blog ini adalah Eva no Logy no Melancholy. Melankoli menggambarkan diriku dengan sangat tepat.

Beberapa lama belakangan ini, suasana hatiku memang terasa sedikit aneh. Sepertinya ada yang hilang. Makanya menjadikan blog ini sebuah melancholy mungkin suatu pilihan untuk menggambarkan keganjilan yang kualami. Tidak mau terdiam membaca tulisan seorang alien, yang ternyata senior saya Mas Rum, maka aku berniat membuat sudut pandang lain mengenai hal-hal melankolis.
Dalam ilmu psikologi (betulkan ya jikalau salah) terdapat empat macam kepribadian dasar seseorang menurut Sigmund Freud, yaitu Sanguinis, Melankolis, Plegmatis, dan Koleris. Mungkin kalau anda tanya pada ibuku, beliau akan mampu menerangkannya dengan bahasa pemuda-pemudi Indonesia masa kini, terlebih gelar S.Psi telah disandangnya. Khususnya melankolis, dalam tinjauan ilmiahnya (memang) dilihat sebagai suatu keganjilan dan ketidakseimbangan hormonal yang menyebabkan seseorang mengalami guncangan mental. Bisa ringan bisa akut, tergantung gejala emosional yang ditimbulkannya. Hal tersebut muncul ketika seseorang mengalami depresi, takut, dan phobia yang berlebihan akan sesuatu. Hal tersebut telah diteliti sejak sebelum Masehi hingga masa Renaissance di mana semua hal dilukiskan dalam seni yang romantis dan menggugah kehalusan perasaan manusia. Mood atau suasana hati dapat tergambar ketika kita mengapresiasi sesuatu yang menyentuh hati, membuat kita ”ditekan” olehnya.

Misalkan kita mendengarkan sebuah lagu yang romantis, menonton pertunjukan yang menguras air mata, ataupun sekedar bertengkar dengan teman baik; dapat membuat pikiran rasional hilang, dan kita diambil alih oleh guncangan emosional. Banyak perilaku dan ritual, mendasarkan pada emosi akan pencapaian ketenangan perasaan. Sebut saja kaum Yahudi lama yang memuja hari Sabtu demi mendapat perlindungan batin. Kita dapat melihat bagaimana melancholy ada dalam budaya pop, saat aliran musik Emo mulai mendapat tempat di studio rekaman grup cadas. Tema yang diangkat dalam emo merupakan manifestasi sisi gelap manusia, bagaimana depresi dapat mengajak kita bunuh diri, bagaimana kita hancur karena dihantam bumerang kebaikan sendiri, dan terlebih lagi tema cinta yang diangkat juga bernuansa ”tidak bahagia”. Terlebih lagi para pengikut emo membumbui semua itu dengan musik berketukan tinggi frekuensi dan hingar bingar.


Namun lebih dari itu, aku merasa semua orang pasti mengalami ketakutan, depresi, bahkan di bawah sadar sekalipun. Melankoli yang ada di dalamnya merupakan potensi kehancuran bagi diri sendiri. Lalu kita menjadi objek kesedihan orang lain dan menjadi referensi ketidakpatutan. Di samping itu, melankolisme menjadi suatu jalan penemuan diri bagi yang menanggapinya positif. Guncangan mental ini, yang berupa kemarahan, dendam, ketakutan akan dosa dan kematian, psikosis, rasa malu, serta kebencian, sebenarnya memiliki obat yang mujarab yaitu disiplin pengendalian diri. Hal utama yang disyaratkan adalah percaya diri. Dengan memilikinya, berbagai metode dapat dilakukan untuk tidak terlarut dalam emosi. Contohnya memberdayakan pemikiran rasional, disiplin moral, berpantang dan berpuasa, seperti yang diikuti penganut Avicennan.


Jika dituangkan dalam seni, pasti melancholy akan sangat bermakna. Berbagi dengan orang lain juga dapat membuat kita mengerti bagaimana emosi harus dikendalikan. Sekali lagi, aku lebih suka memandangnya dari segi praktikal, meski sesungguhnya melankoli menjadi sesuatu yang kadang merusak, lesu, dan butuh pembebasan. Banyak sekali orang melankolis sangat menyukai hal yang berbau kebebasan, karena secara batin dan utamanya mental, mereka terkurung. Mungkin kita dapat menemukan pembebasan itu, dengan menemukan kekurangan yang sama dari orang lain yaitu penderitaan yang sama. Jika kita dapat berbagi dan merasa senang karenanya, kita akan menjadi seperti conjuctio Solis et Lunae (perkawinan mistis antara matahari dan bulan) yang dipopulerkan Carl Gustav Jung mengenai pendapatnya tentang cinta.

Tuesday, November 27, 2007

Hmm. Just A Thought

Lately, after I came back UGM I have gone ahead to contribute something towards my dark-but-fabulously-shimmering organization, EDS UGM, to become coach for the newbie class of 2007. Half-heartedly I was standing to handle it, but giving your number one priority list is still inadequate for their development, and yet to be easy for me. Not to mention that I plan to practice full-time studying this semester, something that I cannot afford though.

I’ve got three kids to handle in a team training. First thing that I told them was that debate is not a smooth way to go and secondly that they’d not there to learn any more English that of a pro debater could speak. Should they get problems with it; they have to solve it themselves. Other rules of EDS UGM were very clear to begin with, that we would do anything to accomplish achievements so that we could HAVE FUN of it.

Sadly, reviewing this term of training, me and my pair Febrian, found it was more than grumpy street to go. They were so damn lazy and got nothing called motivation and commitment. I’m not going to blame them, but that was the thing happened these times repeatedly. I’ve never seen one could be under-couraged like them. I just began to prepare assessment on matter wise while then they showed no spirit. They even not tried to be proactive, I know probably they got mess ahead on their days but we do have to sacrifice bunch of stuffs if we want to have something on ourselves. Moreover, everyone does busy.

I was so regretful that my shot to be a teacher was washed away. I don’t like people come late without reasonable excuses. I do not like my trainees even didn’t know any single thing called discipline. I’ve went trough a hell of it during my early training at my former entrance to EDS UGM. I hated myself for losing my ability to be strict and though to my kids. It’s a pity if I was taken over by anger, but Febrian did it. Sometimes it sounds though, but it’s necessary after all.

Founders Trophy 2007 and Indonesian Varsities English Debate 2008 are coming, but none of them are mine. I am getting too tired to build my cases and to look for more matters, but it’s just it. I do like debating like crazy and crushing my opponets without remorse. Probably next semester I would be able to increase my presence every Saturday, like I always did before.

Masih Bingung mencari Fokus

Fokus! Itu adalah kata yang sangat penting buatku sekarang ini, dan maunya semua orang bisa mingingatkanku buat tetap konsisten pada apa yang kukerjakan. Tak bisa dipungkiri, menjadi mahasiswa Hubungan Internasional (HI) di UGM saat ini memang terkesan agak santai dalam prosesnya, dan masih relatif dapat dipertahankan untuk diperjuangkan. Mungkin banyak pembelajar dari fakultas ataupun jurusan lain yang agak mengerutkan dahi dan alis ketika mendengar bentuk skripsi mahasiswa HI yang sekilas kelihatannya cuma sebuah studi pustaka atau review saja. Bahkan ditambah fakta bahwa hanya dengan minimal empat puluh lembar bagian pembahasan saja, seorang mahasiswa sudah dapat berdiri di depan dosen penguji skripsi.

Namun ternyata sangat mudah untuk membayangkan bahwa banyak sekali yang kebingungan akan mengangkat masalah seperti apa, seakan-akan dunia politik internasional masih adem-adem saja. Padahal sekarang ini konstelasi politik global sedang mengalami transisi yang demikian cepat hingga dengan tak sadar kita telah berubah pula karenanya. Fenomena globalisasi yang dibarengi gerakan resistensi telah memberi banyak isu untuk dibahas. Isu minyak di Amerika Latin, globalisasi Linux, bahkan fenomena blogging telah memberi jalan baru bagi para pencetus propaganda untuk menyebarluaskan opini.

Di lain sisi, sepertinya aku juga kebingungan. Hmm... mekanisme self-tailoring yang digagas oleh kurikulum HI UGM tahun 2000 juga kurang memberi panduan bagi mahasiswa untuk mengambil mata kuliah, di samping sifatnya yang memang membebaskan mahasiswa guna mengambil kuliah yang diminatinya saja. Sebagai gambaran, aku mengambil Minat Topik Ekonomi Internasional, serta Minat Kawasan Asia Timur (China, Jepang, dan Korea Selatan). Seperti kata Pak Yahya Muhaimin, mantan menteri pendidikan era Megawati sekaligus dosen HI, bisnis dan politik ternyata sangat berkaitan dalam dunia internasional. Maka akhirnya aku memutuskan untuk fokus di kedua minat tersebut. Tapi semuanya jadi agak aneh kalau tidak mengambil kuliah yang lain juga. Akhirnya beberapa mata kuliah Minat Pertahanan Kemanan Internasional juga kuambil, plus satu mata kuliah Amerika Serikat. Wah, lumayan juga menjalaninya, namun menggabungkan pengetahuan juga lumayan memeras otak. Terlebih tugas-tugas yang tak pernah berakhir selalu berganti tipe dan metode, semakin menambah semarak bintang-bintang yang berputar di sekitar kepala.

Sekali lagi aku ingin tetap fokus, konsentrasi di sentral belajar yang aku susun. Eh, malah banyak sekali hal lain di luar itu yang menarik perhatianku. Sebagai mahasiswa yang sangat berminat dengan segala kegiatan jurusan, aku dan teman-temanku juga banyak mendapatkan ilmu dari luar kelas. Sudah tak terhitung dari mana saja aku menemukan minat di luar fokus. Akhirnya, aku juga sudah mulai menemukan ide untuk skripsi nanti, dan untungnya aku masih tetap setia dengan Asia Timur. Aku memang suka sekali kebudayaan oriental, terlebih lagi gaya politiknya sangat akulturistik, beda dengan daerah lain di muka bumi ini. Mungkin, nanti aku nulis tentang strategi sekuritisasi ekonomi Jepang pasca renggangnya hubungan Japan Incorporated jamannya PM Satou Eisaku (duh, kenapa aku maniak sekali dengan Japan Incorporated ini ^.^), atau bisa juga pengaruh perkembangan reformasi chaebol terhadap naiknya Kim Dae Jung sebagai presiden. Yah pokoknya temanya itu dulu, judul pastinya nanti dipikirkan habis bertapa, hahahah... (nggak gue banget itu). Huh, jadi teringat betapa aku akan lulus dalam waktu yang agak lama, mengingat kuliahku santai sekali, tiap semester mengambil paling banyak 22 SKS. Memang hal itu tujuannya untuk bisa lebih fokus belajar serta mendongkrak nilai yang lebih optimal. Meskipun bisa dikata IPK-ku memenuhi syarat untuk mengisi 24 SKS penuh di KRS-ku.

Menilik dari hasil belajar sebelumnya, sepertinya lebih fokus menjadi suatu keharusan. Terlebih lagi ada keinginan untuk mencapai sesuatu, kesempatan terakhirku untuk mencapai hal “itu” lagi. Masih mau lagi. Kemenangan mutlak harus ditargetkan untuk maksimalisasi hasil, baik akademik maupun non-akademik. Tapi susah sekali memfokuskan diri itu. Meskipun sudah menetapkan diri dengan melaksanakan study oriented, masih ada saja yang menggangu pikiran di tempat lain... Hmmm hhehehehe... disiplin itu susah. Apalagi aku hidup ditengah orang-orang santai sehari-harinya. Huh.

Hitorikiri dakedo, boku wa chigatte naraba, kurayami de ano shin chikara wa boku ga tasukete yo.

Thursday, November 01, 2007

Don't Make Carbon Commodity

I have already taken the Seminar on The Environment class on the former 4th semester. To put it simple, too many lessons and discourses had fulfill my class and on another corner of my interest, they didn’t really catch the right purpose, which was to bring and to increase awareness on environmental issues as soon. There were two failed class projects and ignored individual projects or another thingy called the seminar itself. However, there are still some things to grab on. I feel that the theories were relevant with the recent tendency on international politics, which has been considered as low politics stuffs and brings you no harm if you let go off it.

Back then, the politics constantly changes and dynamically stands still as a mere movement. Eventually, ignoring environmental issues seems to humiliate the meaning of being a political actor, because they forget where they take advantage. States and political leaders are busy on handling the issues of hard politics and leaving the environment for granted. On the analysis of sustainable development, there should be a balance statue of the human factor, economic factor, and environment factor. When it’s going to get hotter, the politicians finally awake from the dream of wars.

Reconstructing the environment costs us lots of things. Establishing eco-friendly stuffs really tiring us and needs bunch of money to pay for. Moreover, awareness of most guys are low-asses. Because they are poor. Because they are industrialist bourgeoisie. And because they don’t care.
On the next summit of UNFCCC on Bali next December, 3-14, they are going to talk about carbon trading [once again and again]. As the meetings would not let the US guards off from industrial interests, it would be a hard negotiation as always. Carbon trade is an ignorance towards the Kyoto Protocol to limit your greenhouse gases emission. Plus, it allows you to spread carbon more than any states because you are more developed ones. For those who already understand, the US and the blocs are intended not to limit theirs, mainly because it will restrain their industrial activities. The US sees the smoke as a commodity, and it’s the thing that has to be changed on the paradigm. When you buy the right of the developing states to emit more smoke until it gets on the cap, it means that you are buying their right of them to produce more on the factory [which emit gases also, dumb]. In the end, the economic activities, especially the production, will easily being hampered by those carbon traders.

The leaders seemingly start to understand how important this deal is, and should be prepared for a rejection towards the carbon trades. Rather than keeping eye on a trade of smoke, I believe there should be an effort to reconstruct our nature first. It should be that way due to the basics of life. It would be a huge risk on the future of a climate change. The world now needs recovery so badly on reconstructing what’s broken from our surroundings. Unfortunately, the WTO and World Bank had spread claims and discourses that the plan of reducing carbon trade mechanism would find it edges if it doesn’t fit the world trade’s interest of free trade. How lame. Hello, smoke trade isn’t fair to be called such commodity!! It’s undoubtedly the same old song that WTO always meets the deadlocks of farming issues on their every summit, and finally it had come to Hong Kong and failed again. So why are we still defending their bloody wish up to this time? See, it has been coming to be a hard, tough politics to begin with.

They just don’t realize it sucks and would destroy the economy on the future. If we wanted to crumble US down, the carbon trades should be off from the surface of the trading activities, for the sake of themselves also. Not to mention that the global economy is now at its worst level. Adding the matter of carbon trade will not solve the problem of climate change. Let’s begin with saving the energy, and no regret to those who are stupid, because soon… soon they would follow after us.

Sunday, October 28, 2007

My Favourite Beat

Just the next season is about to come and I am alone in my room, got petrified with the cold breeze. However, I just want to share. Everyday listening to UVERworld cheers my mood up but lately I was caught up by my friends listening lots of Koda Kumi and Crystal Kay’s song. Moreover, my senior recommended me to tune more to Greeeen [ini bener lho ‘e’-nya ada 4] and I remembered just one of their songs, which is “Ai Uta” the theme of Final Fantasy.


Indeed, I am the big fan of Visual Kei and common J-rock, but listen them up almost everyday is just pacing up it all… so I have to slow it down. Honestly, I would rather lend my ear to female singers and girl bands nowadays. They are so cute, young, and fabulous. ^0^ Mixed up with fully furnished performance, their style really swings my everyday. Never got bored with their songs I guess. Not to mention Nakashima Mika –as I am listening now- is perfectly talented and was crowned “the female Hyde”. It was on Newsmaker Japan, that most expensive entertainment magazine I’ve ever known.


Another try is Takahashi Hitomi, Horie Yui, Tamaki Nami, Rie Fu and her “Tsukiakari”, Van Tomiko, Pipo Angels, Matsura Aya and her “Ki ga Tsukeba Anata”, Sakamoto Maaya, C-ute, ZYX, Zard, Utada Hikaru, Aki Angela with the remix of the Japanese “Kiss from A Rose”, Yuki from the former “Judy and Mary”, etc. Hmm I also prefer to choose rock band with a girl vocalist like High and Mighty Color [Haikara], The Brilliant Green [Buriguri], and Rythem [was filling one of Naruto’s theme “Harumonia”]. Feels like it’s enchanting to hear Japanese women’s voice. Cute as ever.


But one person I hate much is Hamasaki Ayumi. Yeah, sometimes it’s nice to play her songs but the rest … lagu2nya kayak orang dandan menor banget. Terlalu berlebihan. Ahhh omoidashita!!! Don’t forget to grab Kuraki Mai’songs… 5 star rated. First time I listen to her song was years ago and it was “Love, Day After Tommorow”. Seems all of her songs title are in English. It’s so yesterday but would still remains full of beat on your steps, I guarantee.


takahashi hitomi

Hands up for Japanese female GOOD musicians.

Memaknai Liberalisme dalam Politik Internasional



Di kelas, seumur hidupku belajar teori-teori, yang paling ”kena” adalah tentang pendekatan liberalis, meski tak bisa dinafikan bahwa teori realisme-lah yang paling laku di jagat perpolitikan internasional, soalnya paling relevan dalam praktiknya, baik oleh kalangan jurnalis maupun mereka yang ngendon di ranah pengajaran atau akademisi. Belum lagi banyaknya kebijakan luar negeri yang mengacu pada konsep ini, ya karena realis itu tadi, lebih melihat kenyataan bahwa negara-negara lapar mata akan kekuasaan dan membenci pemikiran munafik dan idealis akan utopia perdamaian.



Lalu, yang menjadi pembeda liberalisme dengan teori realisme adalah teori ini terasa lebih manusiawi, walaupun ada misi terselubung dalam maksud-maksud pasifis yang terdapat di dalamnya. Banyak orang menilai kebebasan yang ditawarkan dalam liberalisme adalah tidak bertanggung jawab dan absurd, padahal tidak demikian adanya. Sebaliknya jika melihat pendekatan lain seperti idealisme, realisme, dan –isme lain, kita akan melihat adanya perbedaan tingkatan manfaat dan besarnya political will yang berhasil didapatkan dari aktor internasional untuk membina keseimbangan.


Liberalisme berangkat dari kesejatian, di mana esensi hidup menjadi manusia sangat dihormati. Kebebasan, pembebasan, kemerdekaan, keadilan dan hak asasi menjadi pemersatu dalam konsensus yang selama ini dibikin orang. Dalam perkembangannya teori liberalisme lebih banyak menekankan pada hal lain selain perebutan pengaruh di bidang hard power, yaitu pengalihan perhatian orang pada teori ekonom-ekonom barat. Orang liberal tidak memusingkan bagaimana perdamaian akan tercapai atau bagaimana kesejahteraan akan mengganjar orang yang rajin, namun lebih menaruh fokus akan prosesnya. Bagi liberalis, konflik itu mendewasakan, dan orang jadi saling tergantung karenanya [baca:membentuk aliansi].


Kedua, liberalisme menganggap kedudukan aktor-aktor politik internasional adalah setara. Baik aktor negara maupun non-negara seperti non-govermental organizations atau [NGOs] dapat memiliki bargaining position yang sama besarnya dan sama berpengaruhnya. Lebih daripada itu, pengakuan akan kepentingan individu dan kelompok individu mendapat porsi yang besar, namun bukan berarti tak berbatas. Negara sebagai lembaga paling kompleks juga turut berperan dalam merumuskan berbagai kepentingan itu dan menjadikannya integral. Nah, untuk itu, individu akan berkumpul dan membentuk kelompok yang mampu menyampaikan aspirasinya, tak peduli mau gagal atau jadi booming karena yang penting adalah prosesnya. Yang penting juga adalah semua orang bisa ngomong dan tidak ada yang melarang. Dan itulah yang sangat kurang di negeri kita ini. Cuma yang tua aja yang bisa ceramah, yang tua harus didahulukan. Tanpa mengurangi rasa hormat, itu sangat feodal dan merusak keharmonisan, karena banyak hal potensial yang terpendam, yang bikin lambat maju. Kelompok minoritas ditekan dan diintimidasi. Kayaknya ada yang ketakutan tuh. Belum lagi politik identitas [yang masih tetap berdiri di Amerika sana] menambah kekuatan negara untuk bungkam dan angguk-angguk pada kepentingan masyarakat kebanyakan.


Agresifitas negara harusnya bisa ditekan dengan mengadopsi paham satu ini. Dengan menempatkan negara sebagai perumus kepentingan dan tempat sampah aspirasi, elite negara akan lupa dengan hasrat peperangan dan hopefully akan membentuk Pacific Union dengan lebih memperhatikan bagaimana ekonomi berjalan daripada beli granat dan pesawat, meski itu juga penting, sih.


Hipotesa utama dari tikus berkedok liberalis ini adalah :

  1. Ketergantungan ekonomi antarnegara yang lebih besar akan menurunkan kemungkinan resiko akan terjadinya perang. Maksudnya, negara akan lebih senang bekerja sama daripada perang soalnya lebih menguntungkan.

  2. Menerapkan demokrasi menjadikan kemungkinan untuk berperang menjadi lebih kecil dibandingkan dengan perebutan kekuasaan.


Tanda yang lain dari sistem yang liberal adalah terintegrasinya kepentingan dunia dalam organisasi internasional. Contoh yang paling ”jadi” adalah Uni Eropa, yang asalnya cuma bermain kerja sama di level pertambangan besi dan batu bara saja. Namun organisasi lain cenderung membiarkan dominasi tampil tanpa kontrol seperti WTO. Oh ya, liberalisme sering juga dihubungkan dengan kapitalisme dan diidentikkan dengan itu. Wah mungkin kapitalisme ini turunannya ya. Menurut Angell dan Schumpeter, kapitalisme adalah hasil dari evolusi ekonomi dunia yang akhirnya matang. Terus katanya lagi, kapitalisme juga menandai akan berakhirnya perang fisik. Kalau menurutku tidak juga. Seperti perang Irak dengan ironi war for oil-nya, ini bukti kapitalis tetap membuat peluru bersarang di kepala orang.


Konsep liberalisme menjadi kurang terang ketika ia dilihat hanya saat mati lampu, di mana orang malas dan apatis berhenti mengembangkan potensinya. Orang mempersalahkan kompetisi yang sangat ketat dalam liberalisme sebagai biang dari segala masalah penyakit sosial. Namun faktanya masyarakat dunia peduli soal ini, karena kemiskinan ternyata menular. Untuk itu digagaslah Millenium Development Goals [MDGs] yang agak macet belakangan ini. Tapi yang penting kan usaha, hehe...


Sebenarnya ada beberapa masalah yang tidak dijawab olek perspektif liberal ini. Mungkin tentang masalah tentang bagaimana perang tidak akan berakhir meski dengan kerja sama ekonomi yang masif. Perhitungan tentang proses penghentian atau minimalisasi perang masih tidak dibahas. Padahal penting untuk menunjukkan bagaimana kemajuan ekonomi sebagai fokus liberalisme akan membendung keinginan untuk berkonfrontasi dengan korelasi positifnya. Tapi satu pembelaan, bahwa liberalisme telah mampu menyadarkan orang tentang nilai kemanusiaan dan banyak menyatukan persepsi banyak gelintir para pembuat kebijakan.


Orang Jepang jaman Meiji dan Taishou bilang "fukoku kyouhei"... Negara yang kaya, militer yang kuat. Gabungan liberalisme dan realisme?

Tuesday, October 09, 2007

Vacation's Haste

Packing adalah cara kita mengemas barang-barang yang akan kita bawa di dalam tas atau ransel. Biasanya dilakukan saat kita akan bepergian dalam waktu yang lama. Nggak perlu jauh, kalo lama walaupun cuma numpang tidur di kos temen kan pasti butuh banyak pakaian buat dibawa. Yang bikin sebel adalah banyaknya barang yang dibawa padahal kapasitas tasnya terbatas. Uugh berat.. apalagi bukan cuma baju, kadang2 stok makanan pun turut menyita tempat. Hal yang bikin gerah terutama buat orang2 yang lebih mengutamakan bawa makan daripada pakaian [ini sih aku, hehehehe.... *tawa setan*].Apalagi pas musim orang mudik begini [duhh nggak ikutan mudik nih T_T masih nanti hehe :D]

Sebenarnya packing adalah suatu seni tersendiri yang membawa efek rasa puas yang melegakan jika kita bisa mengaturnya dengan rapi dan efisien. Aku jadi inget waktu ikut Pramuka dulu. Tapi buat yang cuma traveling biasa, ya nggak perlu repot kayak mo ikut jejak petualang. Tas yang akan kita pake bepergian sebaiknya waterproof kalo perlu bulletproof --->anti peluru geto [emangnya mo perang!!] Pakaian berat seperti jaket, selimut, dll pokoknya yg lebar2 ditaruh di bagian tas yang paling dasar, disusul di atasnya ditumpuk dengan pakaian kita sehari-hari atau pakaian rumahan gt deh pokoknya. Nah, pakaian yang akan kita pakai untuk kegiatan/acara baru ditaruh di atasnya lagi. Ingat pokoknya baju jangan digulung nanti cepet kusut. Oh ya, baju2 dari bahan yang cepet kusut sebaiknya ditaruh di tengah2 tumpukan isi ransel biar kekusutannya gak tambah parah.

Lanjut, di tumpukan paling atas baru ditaruh pakaian dalam, alat mandi dan toiletries [handuk, bedak, sabun dsb], serta kaos kaki, sepatu, sandal, alat tulis buku dll dan topi dan sebangsanya kayak sepupu ku yang jg sampe bawa catok n hair dryer segala!! Nah penataan ini berdasarkan urutan pakaian yang paling kita butuhkan sampe yang paling less-priority [nggak sering dipake]. Pertimbangannya, mandi dan bersih-bersih serta pakaian kegiatan kan yang paling mendesak, jadi agar tidak merusak tatanan yang kita buat waktu packing [maksudnya biar gak bongkar2 tas lagi] maka kita taruh di bagian atas.

Lalu obat dan makanan [baca:snack] ditaruh mana dong? Hmm sebaiknya kita membawa botol minuman ukuran travelers’ pack jadi kita punya tempat minum sendiri n ga bw yang kemasan. Supaya gak tertukar dan gak bocor di dalem tas. Kalo sekali2 butuh maem n minum kan gampang. Ini ditaruh di kantong2 tas ransel kita di bagian terluarnya, terutama di bagian sampingnya supaya nggak penyet/gepeng kalo nggak sengaja diduduki atau disandari. Terus di kantung yg lain baru kita masukin obat bwt jaga2 plus tisu, saputangan dkk... Begitu lho. Kalo makanan sih bisa juga ditaruh di tas plastik ato tas karton kalo bawanya banyak.

Itulah seninya packing... yang perlu diinget jangan sampe ada ruang kosong dalem tas soalnya ya percuma aja, gak efisien. Tas harus diisi semaksimal mungkin supaya gak menyita banyak tempat dan sebelum berangkat periksa kondisi tas supaya bisa melindungi barang-barang kita dengan baik. Yosh... semua udah siap... selamat jalan, bon voyage... michi de ki wo tsukete yo... omyage ga wasurenai de ne?!

Aduh. Packing itu memang yang paling bikin males. Tapi perginya bikin senang. Perjalanan selalu menyenangkan buatku, asal cuaca dan jalan bagus,plus gak macet n mogok. Heh langsung bablas dah. Pengalamanku yang paling ngebetein tuh pas tahun baru 2000. Semua orang kayaknya mau ke Bali kayak aku... Wuih apalagi katanya ada acara tahun baru milenium di GWK itu, turis2 pada bejubel waktu itu. Waktu itu aku naik mobil sekeluarga. Berangkat subuh2 dengan harapan biar gak ngantri lama di pelabuhan Ketapang,plus ngebut2 dikit gt lah. Brrrrrmmm.......

Sialnya, DELAPAN kilometer sebelum pintu pelabuhan, terjadi macet besar2 an karena kapal Ferry yang ada cuma sedikit jadi nggak bisa nyeberangin mobil2 yang segitu banyaknya [walo sebenarnya udah ada penambahan unit Ferry sih]. Kendaraan pada merayap nggak jelas dari kedua arah Gilimanuk dan Ketapang. Pokoknya sehari semalem mobil2 ngantri. Seingatku pas tengah malem besoknya baru bisa ngantri di pelabuhan. Aduh bete banget. Makan minum susah, mana bensin stoknya abis.

Kalo lagi jam penyeberangan, sopir2 pada tidur termasuk bapak ku. Gak peduli tu di sebelah kandang sapi ato depan kantor lurah. Hehe... Yah keluarga di Bali selalu memantau lewat siaran TV sambil sekali-sekali telepon nanyain udah sampe di mana. Kalo nggak salah waktu itu aku menghitung dari mulai ngantri sampai masuk Gilimanuk tuh ngabisin sekitar 26 jam bo’!!!

Huh nggak lagi deh yang kayak gitu. Mana gak sempat mandi n santai2. Tapi seru juga lho buat dicerita2in, apalagi banyak kejadian aneh yang ku alami sama keluarga. Merasa menjadi manusia super setelah mampu bersabar melewati rintangan itu. Hoho yah begitulah namanya mudik, deritanya tiada akhir...Kya hahahah ^o^ Yang penting perhatikanlah packing-an mu hyeha!!
Hmm miss ya there friends... Apalagi katanya sepupuku lagi ada di Malang...
Aku nggak di sana.. -_-; pengen pulang. Pengen masakan mamipapi.... T_T

Thursday, October 04, 2007

Reciprocated Unilateral Measures, Strategi Jitu Pilihan Sendiri



Dalam menganalisa situasi keamanan internasional, seringkali dibutuhkan prediksi lebih lanjut untuk menelusuri perkembangan konflik yang mungkin terjadi, khususnya pada isu pengandalian senjata (arms control). Salah satu metode yang cukup relevan adalah dengan diadakannya pertemuan di antara pihak yang bertikai untuk kemudian menghasilkan kesepakatan internasional serta membentuk rezim keamanan.

Namun seringkali banyak konflik yang memasuki tahap deadlock alias kebuntuan yang disebabkan oleh benturan kepentingan sehingga kerja sama tidak dapat terjadi. Belum lagi masing-masing pihak tidak memiliki niat secara transparan untuk memaparkan peta kekuatan fisiknya masing-masing, sehingga kecurigaan di antara pihak yang bertikai semakin meningkat. Untuk itu, salah satu model alternatif yang mungkin digunakan ialah Reciprocated Unilateral Measures (RUMs). Model ini digunakan sebagai srategi di mana masing-masing pihak yang bertikai melancarkan tindakan sepihak untuk mempelajari reaksi lawannya, namun tidak secara serta-merta berniat memancing ketegangan. Insentifnya dapat berupa eskalasi ataupun penurunan ketegangan konflik. Strategi ini hangat-hangatnya digunakan saat Perang Dingin justru di mana peperangan fisik sangat jarang terjadi.

Tujuan RUMs ini adalah :
1. Mengurangi ketegangan dan memulai proses tawar-menawar yang lebih kooperatif dengan pihak lawan.
2. Memancing tindakan balasan/serupa dari pihak lawan
3. Mengurangi aktivitas kemiliteran di antara aktor yang bertikai tanpa bermaksud melonggarkan pengawasan satu sama lain.

Intinya strategi pengondisian RUMs ini diharapkan dapat mengurangi tingkat konflik yang sedang dihadapi, tanpa harus melalui sebuah persetujuan dengan lawan serta dapat dengan fleksibel mengaplikasikan instrumen tindakan yang lebih subjektif. Lawan diharapkan juga mengikuti tindakan yang diambil, terutama dalam usaha pengurangan tingkat ketegangan konflik. Hasilnya bisa sukses bisa juga gagal.

Untuk memperjelas aplikasi strategi ini, kasus Strategic Arms Reduction Talks Treaty (START II) yang sempat buntu menjadi relevan. Salah satu peristiwa setelah penandatanganan traktat START II, Amerika Serikat (AS) mengumumkan secara sepihak bahwa telah ada perlucutan sekitar 200 hulu ledak peluru kendalinya. AS tentu saja berharap agar Rusia juga melakukan hal serupa dengan melakukan deaktivasi rudalnya juga, walaupun mungkin AS memiliki kesempatan untuk melakukan defect atau bahkan bisa jadi harapan AS tidak tercapai jika Rusia masih bersikukuh untuk defect.

Selain itu ada 2 strategi yang mungkin untuk mencapai situasi di mana keadaan RUMs diharapkan terjadi. Strategi tersebut adalah :

1. Graduated Reciprocation in Tension Reduction (GRIT)
Suatu pihak membuat paket tindakan sepihak yang disertai dengan penambahan mekanisme akomodasi secara berkala/bertahap. Jadi diharapkan pihak rival mau melakukan apa yang kita inginkan, sambil kita berikan insentif/imbalan agar rival pelan-pelan mau mengikuti tindakan kita. Lawan juga kita harapkan agar turut bersikap lebih percaya pada kita di tengah ketidakpastian. Begitu seterusnya hingga seluruh paket kebijakan terlaksana, tak peduli apakah lawan mengikuti pola sesuai ekspektasi kita atau tidak.

2. Tit for Tat (TFT)
Diinisiasi dengan langkah suatu aktor yang sepihak, di mana tindakan tersebut sangat mencerminkan adanya fluktuasi resiprositas yang lebih kentara. Jika ada suatu pihak yang melakukan tindakan yang memancing konflik, maka rivalnya akan membalasnya dengan tindakan serupa. Sebaliknya, jika sebuah pihak menunjukkan itikad baik dalam penurunan ketegangan, lawannya akan mengikutinya juga. TFT juga merupakan model yang sangat dinamis, karena reaksi retaliasi lebih cepat muncul begitu ada tindakan pemicu.


3. Conditional Reciprocity (CR)
Strategi ini lebih menitikberatkan pada proses tawar-menawar di saat proses resiprositas berlangsung. Pihak yang berinisiatif terlebih dahulu juga mengharapkan resiprositas, namun bentuk resiprositas tersebut justru ditentukan dari pihak inisiator. Inisiator juga membuat inisiatif berdasarkan harapan mereka akan tindakan rivalnya. Jadi, inisiator memikirkan skenario apa yang akan membuat lawan melakukan hal yang setidaknya serupa, bahkan jika bisa, agar mengimplementasikan bentuk resiprositas yang diharapkan. Sukses atau tidaknya resiprositas tergantung dari proses tawar-menawar tersebut. Represi dapat juga terjadi dalam CR ini agar penyelesaian cepat dicapai.

kuliah yang keren meskipun bukan minatku... lumayan juga. Aku nggak tau terjemahan ini bener apa nggak ya hehe jd jgn mpe sesat pikir (-_-;)
ada gunanya. strategi memang diperlukan, terutama buat mengamankan isi kocek.boleh tuh dipake, yg GRIT buat diaplikasikan ama mami papi huhehehe.... aduh gak punya sense kemamanan nih..
:P

Hero's Come back... later

Orang timur bilang kalo semua hal perlu tata cara,unggah ungguh, awig-awig, atau apa namanya lah. Kalo masuk harus ketok pintu, kalo pergi harus pamit. Harus selalu ingat keluarga, harus sopan saat bicara sama yang lebih tua. Tapi lebih senang rasanya jika nggak jadi pusat perhatian dan pusat penilaian gara-gara tata krama. Soalnya tata krama kadang tak fleksibel, tidak berdasar dan social order yang diharapkan malah menjadi chaos semata.

Termasuk kalau anda tiba-tiba kabur dari kerumunan tanpa jejak, tanpa pesan. Apalagi jika kerumunan itu adalah orang-orang terdekat anda dan mereka merasa dikhianati setelah anda pergi dalam sekejap dengan tidak satupun konfirmasi yang anda berikan. Mereka merasa tidak dipercaya, serta tidak begitu berharga bagi anda untuk sekedar dipamiti, misalnya. Lalu pas anda balik ke kerumunan itu, sudah nggak ada tempat lagi bagi anda. Mungkin udah diisi orang baru. Yang lebih asyik dan lebih patuh, mungkin.

*menghela nafas*
Kadang kita butuh istirahat untuk mengembalikan kondisi kita ke tahap default state, kayak komputer yg harus di-defrag dan kayak mobil yang di-tune up. Mungkin mereka bukan orang yg bisa mengerti hal itu, tapi pasti nanti mereka akan mengerti bahwa tidak semua hal harus diungkap. Termasuk betapa pentingnya orang-orang yang dekat dengan kita sehari-hari. Sekarang, sampai detik ini aku masih sulit menemukan suatu waktu buat benar-benar istirahat. Untungnya aku nggak pernah ngeluh secara langsung akan hal ini dan nggak bikin orang bete karena keluhan tentang itu. Aku juga pernah merasa nggak diterima di kelompokku sendiri, tapi ternyata itu cuman masalah perasaanku aja, dan kejenuhan semua orang yang terakumulasi jadi satu. Untung pula, bukan hanya aku yang mengalaminya.

Kapan ku bisa istirahat. Liburan di bawah sinar matahari dan angin sepoi-sepoi yg bikin ngantuk... Diiringi debur ombak yg menghantam karang... Untuk itulah ku kadang-kadang menghilang tiba-tiba... Tapi yg sekarang ini mungkin...harus dengan kerja keras. Aku selalu mau kabur, pergi tanpa pamit, tapi kesannya gak bertanggung jawab terutama sama diri sendiri. Yah apa daya udah mencapai klimaks. Namun sekarang, lebih dari itu, ada beberapa nama baik dan image yang harus kupertahankan, kalau perlu harus diperbaiki. Memang tugas yg berat, tapi ini pilihan sendiri. Kesempatan sudah didapat mengapa tidak?

Apalagi setelah kembali malah dibuang orang-orang dan tak ada yang menunggu anda kembali.Wah jangan sampe deh. Kupikir, itu cuma perasaan orang yang kesepian aja. Pastikan mood selalu baik. Berpikir positif dan akan ada kerumunan baru di mana orang2 seperti anda akan berkumpul dan bercerita bersama, dan yasudah, pada akhirnya segala sesuatu akan datang dan pergi, orang2nya juga, tapi jangan kehilangan diri kita.

Dan saat kita kembali dgn senyum kemenangan, kita hanya akan mendapatkan apa yang pantas kita dapatkan. Eliminasi semua pikiran jahat...dan terus berjalan semoga semua hal menjadi mudah dalam hidup ini. OSSSO.

Lost Gently

It has been some time since Shinzo Abe had succeeded by Yasuo Fukuda, also from Liberal Democratic Party (LDP). All that left was only disappointment and dissatisfaction from the people to Abe’s governance. The exalting issues like bribery scandals and the abuse of retirement’s fund had colored his era, while in another side it’s a bless for Indonesia to grab a new deal on a more intense economic policy with Japan this year on Japan-Indonesia Economic Partnership Agreement (JI-EPA) this August.

However, one thing interesting is the speculation on the reason why Abe finally quits the Prime Minister’s seat. Journalists published that it was just because Abe suffered from stress and a considerable health problem. Those picture on Reuters show us how pale he looked when entering the local hospital. I’m sure he’s not only doing check-ups or probably had a face-off surgery to cover his shameful face after suffering a coup ;D

Well, just to appreciate him, nevertheless, I should agree on Kompas (a daily newspaper) issued on September 25, 2007, that he stands still as a gentleman. It did not take too long to hearing from him to apologize to the people on Japanese media. “I apologize from the bottom of my heart that the people are suffering...,” he said with a low-profile manner, just as the newspaper told. What we could learn here is only about the strength to stand on our feet to beg a pardon from the society. I found it is interesting to contrast it with the circumstances on Indonesia. Even Grandpa Soeharto just flee straight out from the spot when the 1998 revolution took him down, while there were never a single word came out to confess his mistakes on the past 32 years.

How rude those corruptors are, even when they beg the jury to decrease their penalties. I think those guys just not able to feel that what they’d done was a harrashful shame to death. There were never just a piece of word saying “I’m sorry, folks…” to us, the Indonesian people, when Shinzo Abe gently spoke it out to the Japanese. It could be probably due to his samurai blood ;P
Not to mention, Abe was only governing for about one years and he told the media how regretful he was. About how he was failing to keep everything in line and let them torn apart. It’s just about mentality and morality. Too many politicians and political leaders in Indonesia are way too pathetic tho have the line come out from their mouth. Too many of them do not possess a shame feeling and what they do just only saving their faces by lying all the time to cover another lie. Abe ga motto kakkoi yo…!!!*

*)Abe’s cooler!!!

Monday, October 01, 2007

Bad Way with Words

Huwwah... comeback with English content now. He still needs practicing hell many writings here. Oh yeah, few days ago, people in the International Relations (IR) department started to rush upon something. It is exciting to find out that there are people who are not satisfied with something called “quality”. It is not merely about good names, but also about dignity. A guy --let’s call it Mr.DS-- has published opinion that was insanely gone without a strong hold beneath his comment, on the Jawa Pos daily newspaper. He was pointing out about The International Relations GMU’s quality in common. But on the column, the content of the article was out of mind, it was totally distracting the anger and disappointment of IR guys here.


The DS guy was The National Parliament’s member from House of Representatives, and unfortunately also an alumnus of IR GMU. He was telling about how the “quality” of the department had drastically decelerated during these years. However, poorly, this was only stood on how students of IR GMU currently are not that interested to join The Department of Foreign Affairs when they are graduated. Besides, he added that lecturers were low and incompetent anymore compared with those from another universities as well. But the mistake appear again on how he made the statement. By just some experiences he had involved in, he started to make a mere abstract judgement. While trying to criticize the IR folks, he also compared this with the past, about how upon the Amien Rais era, IR had gone wilder that at that time IR was undoubtedly “successful”.

As the fellow IR guys, I am indeed confused with what his purposes were. However, I wonder I doubt if the purpose was really exist… Sorry to say, this DS guy has nothing to speak of. As a debater, a sudden discourse like that seems to be fully debatable. Why? He even didn’t set any scientific parameters that explains how the conditions here are running. I bet people wouldn’t get delighted to read such a trash arguments like those, especially when he himself never gave anything significant to help to contribute the department, as far as I become the student here.

No wonder, a reply from one of the IR’s lecturers, Mrs. Siti Muti’ah, had emerged on the sheet of the newspaper as a resistance move towards the DS guy’s article. Yet, it explains how hurt we were on the articles written. A good try to relieve the pain. Sure it would get the DS guy pissed off after he would have read the replies [because the reply was written on two issues of the newspaper]. IR students were barely satisfied with the clarification, so far.

The war on media currently infiltrated with only political manuvers, but seems the DS guy was taken over by it too much. Yes,he is a politician, but he should have known in what field that he had stepped in. It’s academic field that is entirely different with those on parties or another political stuffs there. His words were completely attacking, and I’m sure it’s non-ethical to piss us off from the very beginning without a single scientific reason.

Enough for technical problems. There we go into the contents. I would never imagine such alumnus would ever just criticize and make a subjective view which only degrade the IR GMU’s image on the society, while he HAS NEVER come there at all cost. It’s a wrong way to perceive society about an issue. He forgot that the society, especially those who don’t know a single thing about IR department at all. Society will get lost. Something that’s already published should be able to uphold its responsibility upon the writer. Especially on depicting the statement which only cornered us, by only saying that our quality –both students and lecturers— is low and presenting just a bunch of missing facts, that we were so lame in actvities, seminars, and also links and connections as well.

On the media, especially journalism, it’s probably had opened more space to the society for speaking up their mind on the media. Just that they could shout the comment up for war to each other… if it’s finally felt not enough to clarify something, the war is not only continued on the seed. Hopefully, it will, hehe… Or there would be a seminar or talk show about it?? No no, just play the game… never trigger sensation.

Wednesday, September 19, 2007

China : Pengaruh Politik dan Ekonomi di Asia Tengggara


China merupakan salah satu negara yang paling besar di dunia. Kebudayaannya telah menjadi inti dari kebudayaan di Asia Timur pada umumnya. Sejak ribuan tahun sebelum masehi, China sudah membangun banyak sistem kehidupan manusia – termasuk hubungan antarnegara - dan melahirkan prinsip-prinsip pemikiran ketimuran yang tetap lestari sampai saat ini, bahkan tetap mengakar kuat di dalam budaya China modern sekalipun. Kebudayaan China bahkan telah melahirkan “Lingkaran Kebudayaan Han” di Asia Timur, yaitu budaya yang menginspirasi rakyat China, Jepang, dan Korea yang sepintas terlihat mirip.
Bangsa China, atau yang juga disebut Tionghoa, juga dikenal mahir berdagang. Hal inilah yang menjadikan ekonomi China maju pesat pada saat ini maupun pada masa lampau.


China juga telah memiliki mekanisme hubungan antar negara yang baik sejak dulu. Kekaisaran China bahkan sempat menjalin hubungan dagang dengan bangsa Eropa melalui Jalur Sutera (Silk Road) yang menghubungkan Eropa dan Asia lewat darat. Selain itu, China juga menjalin hubungan perdagangan dan kenegaraan dengan berbagai kawasan di dunia, termasuk Asia Tenggara yang memiliki letak geografis yang strategis bagi perdagangan.

China kuno juga telah meletakkan dasar-dasar yang kuat bagi sistem ekonomi, politik, serta sosial budayanya, sehingga dapat dikatakan China telah memiliki ciri khas dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegaranya. Beberapa dasar yang khas tersebut terdapat dalam berbagai bidang, antara lain :

Filsafat Pemikiran
Terdapat banyak filsuf dan aliran kepercayaan China kuno yang benar-benar asli muncul dari rakyat China. Contohnya aliran Konfusionisme yang banyak dianut oleh masyarakat China kontemporer,dipelopori oleh Kong Fu Tse. Masih banyak pula aliran kepercayaan lain seperti Taoisme dan Zen. Kesemuanya itu mengambil Ren (cinta manusia) sebagai inti ajarannya.

Perkembangan Peradaban dan Perdagangan
Catatan sejarah China yang lebih dari 5000 tahun secara tidak langsung telah mengukuhkan bangsa China sebagai salah satu bangsa yang paling beradab. Penemuan teknik pertanian, penemuan huruf hanzi (kanji), pembuatan kompas, mesiu, dan alat-alat percetakan juga pertama kali dilakukan oleh warga Tionghoa yang mayoritas suku Han ini.
Selain itu, kekaisaran Tionghoa kuno telah mampu menjalin hubungan perdagangan yang cukup intensif dengan Eropa, Asia Tenggara,dan lain-lain, sekaligus meletakkan dasar-dasar pelayaran dan diplomasi kuno ala Asia.


Pemerintahan dan Politik
Berdasarkan aliran kepercayaan dan budaya orang China yang sopan santun dan saling mengasihi, maka kebijakan pemerintahan China juga berintikan kesejahteraan sosial. Walaupun pada masa kedinastian Han, masalah pemerintahan masih sangat ketat, namun rakyatnya makmur sejahtera. Setelah pengaruh barat mulai masuk dan mempengaruhi cara berpikir orang China, demokrasi pun mulai dianggap sebagai sistem yang relevan untuk pemerintahan. Namun, saat ini China modern lebih mengedepankan sosialisme bagi seluruh aspek kehidupan bermasyarakat dan bernegara, yang dipimpin oleh Partai Komunis China.

Setelah mengalami evolusi dan modernisasi kebudayaan serta reformasi dan keterbukaan, Republik Rakyat China lambat laun menjadi sebuat kekuatan yang dominan di dunia internasional dalam beberapa bidang. Secara ekonomi, volume perdagangan China yang tumbuh setiap periodenya telah membantu Gross Domestic Product (GDP) meningkat dengan cepat. Salah satu sumbangan besarnya adalah melalui kerjasama dengan negara-negara di Asia Tenggara (ASEAN) sebagai mitra dagang yang baik.

Beberapa bentuk kerja sama dengan negara-negara Asia Tenggara antara lain :
Sejak masa Kedinastian, telah banyak perwakilan dari China dan negara-negara Asia yang saling mengunjungi,seperti Zheng Ho yang datang ke Indonesia. Ia lalu membagi pengetahuan teknologinya pada penduduk setempat.
Perjuangan bersama melawan negara kolonialis yang menjajah kawasan Asia, baik China maupun negara di Asia Tenggara.
Saat ini, China telah menjadi mitra dagang dan mitra dialog yang baik bagi ASEAN, dan bahkan melaksanakan program China ASEAN Free Trade Area (CAFTA),juga TAC, DOC, EPG,dan lain lain.
China juga tergabung dalam penanganan masalah bersama di Asia Tenggara dalam KTT China-ASEAN, khususnya konflik perdagangan dan masalah moneter lainnya.
China telah menjadi salah negara pemberi bantuan keuangan dan material terbanyak di kawasan Asia Tenggara dan sekaligus berpartisipasi dalam penanganan lapangan bencana alam gempa bumi dan tsunami yang terjadi di Asia Tenggara.
Namun hubungan China-Asia Tenggara kadangkala mengalami pasang surut dan beberapa ketegangan internasional. Salah satunya disebabkan oleh campur tangan pihak lain di luar konflik internal yang dihadapi. Beberapa contoh yang mewakili hal ini adalah :
Hubungan Indonesia dan China yang terganggu akibat campur tangan pihak asing pada sekitar tahun 1960. Indochina juga merasakan dampak dari hal tersebut.

Sebelum pertengahan 1990-an,China – ASEAN berkembang sangat lamban, karena kekurangan rasa saling percaya dan berselisih paham.
Namun hal tersebut dapat segera diatasi dengan pemulihan hubungan diplomatik China dengan beberapa negara ASEAN, seperti Indonesia, Singapura, dan juga Vietnam. Dan akhirnya hubungan ekonomi dan perdagangan China – ASEAN kembali berjalan normal, ditandai dengan semakin banyaknya penanaman modal dan pinjaman kredit lunak yang diberikan China ke negara – negara ASEAN. China mengklaim pemberian 1/3 dari total USD 10 milyar kredit lunak bagi negara-negara ASEAN.

China telah berkembang secara definitif, mulai dari awal terbentuknya kebudayaan di sana sejak 7000 tahun yang lalu hingga masa modernisasi dan globalisasi saat ini. Salah satu hal yang menjadi ciri khas dalam kehidupan rakyat China adalah perdagangannya yang sangat dinamis.
Namun di balik segala kemajuan tersebut ternyata China belum dapat berdiri sejajar dengan negara-negara maju lainnya seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa. Pendapatan perkapitanya belum dapat dikategorikan dalam standar negara maju. Dalam kenyataannya, China masih memiliki masalah internal yang pelik seperti kemiskinan, masalah lingkungan, dan isu kependudukan.

Pemerintah China sendiri yang saat ini didominasi oleh Partai Komunis China, belum dapat menyelesaikan problematika tersebut, dan malah menindaklanjuti beberapa kebijakan lain di bidang pertahanan dan militer, seperti Kebijakan Satu China, serta penambahan anggaran militer yang tidak diimbangi dengan peningkatan kesejahteraan rakyat.
Dalam hal ini banyak ditekankan bagaimana China sangat penting untuk dijadikan mitra kerja sama yang baik. Terlihat dari banyaknya kerja sama ekonomi yang digalakkan China di Asia Tenggara untuk mendapat keuntungan sebanyak mungkin. Namun, kemungkinan lain yang dapat timbul adalah semakin tingginya tingkat ketergantungan negara-negara Asia Tenggara nantinya pada sistem ekonomi yang sudah diimplementasikan China saat ini. Tentunya posisi tawar-menawar China jauh lebih kuat untuk menarik negara berkembang yang lain untuk masuk ke dalam mekanisme perdagangan China.

Namun semua itu tak lepas dari ambisi politik China di bawah pemerintahan Hu Jintao yang ingin menguasai semua sektor kehidupan dan tidak ingin negara lain mengintervensi urusan dalam negerinya. Tetapi China sendiri sangat intens untuk dilibatkan dalam segala urusan antarnegara yang terjadi di dunia internasional, sehubungan dengan masuknya China sebagai anggota tetap Dewan Keamanan PBB.

Sebagai sesama negara berkembang, hendaknya negara Asia Tenggara tidak terlalu banyak bergantung pada negara lain, agar nantinya dapat bersaing di dunia internasional. Sebab, bagaimanapun, China cenderung mulai meninggalkan kebijakan lamanya yang sosialis menuju kekebijakan ekonomi yang lebih kapitalis dari sebelumnya. Revolusi dan reformasi keterbukaan di China sesungguhnya telah membuka ketertutupan China dalam pergaulan internasional, hingga China tak bisa lagi memaksakan ciri khas pemerintahannya secara mutlak lagi.

Di lain sisi,negara-negara ASEAN juga tak perlu terlalu antipati terhadap niat kerja sama China ,karena banyak pula manfaat yang dapat diambil untuk kesejahteraan dalam negeri, seperti pemberian hibah, beasiswa, dan alih teknologi yang harusnya dapat lebih memperkaya taraf hidup negara-negara berkembang di Asia Tenggara.

Dialog-dialog harus terus dilaksanakan demi terjaminnya hubungan baik kedua kawasan di masa yang akan datang, baik di bidang politik, sosial budaya, dan ekonomi. Namun yang perlu diperhatikan adalah masing-masing negara harus mampu mempertahankan kepentingan nasional dan rasa saling menghormati agar hubungan diplomatik yang baik dapat terus terbangun.

Gender dan Politik - Masuknya Wanita ke Sektor Publik



Di akhir abad ke-20,berbagai konferensi dan konsensus mulai muncul sebagai bentuk kesadaran dunia internasional akan hak-hak wanita. Kongres-kongres tersebut antara lain International Women’s Year Conference (1975) dan The United Nations Fourth World Conference on Women di Beijing (1995). Kesadaran akan perlunya eksistensi perempuan untuk dilindungi pun semakin besar dari masa ke masa.


Seperti diharapkan, negara-negara maju sangat mendukung terbentuknya potensi perempuan di negaranya yang lebih kuat lagi. Didukung pula dengan nilai-nilai kesetaraan yang lebih memadai dibandingkan negara-negara sedang berkembang, perlindungan terhadap hak perempuan pun mulai dibangun dan diberikan dasar hukumnya.

Dalam perspektif dunia barat, konsep feminisme dan hak-hak wanita memang masih sedikit terasa asing dan bahkan kurang populer di kalangan perempuan sendiri. Padahal setidaknya ada beberapa hal krusial yang telah ditetapkan sebagai parameter keberhasilan pemberdayaan gender oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa, yaitu tentang status ekonomi yang relatif, penghasilan yang memadai, serta akses terhadap posisi parlemen dan profesionalitas.

Hal-hal seperti itulah yang turut menumbuhsuburkan kejayaan dan kepopuleran feminisme di dunia barat pada khususnya. Perempuan mulai sadar akan haknya dan mulai berjuang untuk mendapatkan kesetaraan dengan laki-laki, terutama dalam hak dan kewajibannya. Transisi paling penting yang menandai perubahan paradigma peranan perempuan ini adalah mulai masuknya perempuan ke dalam sektor publik yang sebelumnya didominasi laki-laki.


Pendekatan feminis radikal sangat tepat digunakan dalam kajian yang lebih dalam mengenai peran perempuan dalam sektor publik. Perempuan mulai memperluas fungsinya dari sektor privat atau rumah tangga menuju sektor publik atau disebut pelayanan masyarakat. Keberadaan tersebut ditopang oleh diratifikasinya berbagai konvensi oleh negara maju seperti The Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women pada 1999 yang mendesak negara untuk membentuk hukum yang melindungi perempuan beserta hak-haknya.

Sebagai negara pendukung utama hak asasi manusia, Amerika Serikat lagi-lagi menjadi pemain utama dalam penegakan hak perempuan. Sejak diberikannya hak politik bagi perempuan untuk berpartisipasi dalam pemilihan umum di awal kemerdekaan Amerika, peranan perempuan untuk berpartisipasi lebih luas dalam politik terus diakomodasi oleh pemerintah.

Selain itu kemerdekaan untuk berpartisipasi atau berkumpul dan berserikat di negara berkembang jauh lebih buruk dibandingkan di negara maju. Feminis radikal berpendapat bahwa keadaan ini bersumber pada satu akar masalah yaitu sistem patriarki yang sangat ketat diberlakukan di negara berkembang. Terbukti dengan partisipasi politik perempuan Indonesia yang sangat kurang walaupun telah diberlakukan kuota parlemen sebanyak 30 % bagi perempuan. Pandangan bahwa panggung politik adalah masih milik laki-laki sangat berperan dalam kasus ini. Belum lagi kurang adanya pendidikan dan penanaman pemahaman kesetaraan gender dalam tingkat keluarga sampai masyarakat luas.

Sedangkan di negara maju, perempuan sudah diakui kontribusinya, terutama bagi negara dan masyarakat. Sistem patriarki perlahan lebih fleksibel dan mengabsorpsi kepentingan perempuan. Adanya kesamaan penghargaan gender membuat iklim bermasyarakat menjadi lebih adil bagi perempuan. Akses terhadap pekerjaan dan patisipasi politik lebih merata berdasarkan prinsip hak asasi yang lebih populer di dunia barat kontemporer.

Pada intinya, hambatan budaya menjadi faktor yang signifikan dalam meninjau intensitas peranan perempuan dalam sektor publik. Kegley dan Wittkopf (2001) menjelaskan bahwa tendensi negara berkembang dalam menyikapi peranan gender adalah melalui kacamata tradisi budaya dan kepercayaan setempat, yang dirasa sangat kuat dan adanya asumsi bahwa perempuan tidak membutuhkan apa yang dipunyai laki-laki.

Sedangkan pembedaan gender sudah semakin memudar dalam perspektif barat, di mana isu mengenai hak perempuan serta pemberdayaan perempuan lebih dominan mewarnai dinamika perkembangan perempuan dalam sektor publik. Terlebih lagi sektor privat juga terkena imbas dari perluasan peranan perempuan ini. Terdapat asumsi bahwa terbukanya akses penididikan bagi perempuan biasanya berhubungan dengan penundaan pernikahan, peningkatan peran dalam urusan keluarga, dan adanya kecenderungan untuk melahirkan sedikit anak saja, agar mereka dapat bekerja.

Namun tidak dapat dipungkiri bahwa globalisasi dan media juga turut mendukung persebaran ide-ide peningkatan peranan perempuan dalam sektor publik. Kampanye dan pemberitaan yang marak memicu masalah gender menjadi signifikan sebagai suatu isu. Intensitas kampanye dan gerakan pemberdayaan perempuan lebih marak di negara maju karena kesadaran mereka lebih tinggi.

Contoh yang paling deskriptif mengenai perbedaan penghargaan peranan wanita antara negara maju dan negara berkembang adalah sebagai berikut. Pada 1893, Selandia Baru menjadi negara pertama yang memberikan wanita hak untuk memilih dalam pemilihan umum. Sedangkan perempuan Kuwait pada tahun 1998 masih berjuang untuk mendapatkan hak yang sama. Dengan pemenuhan hak politik dan ekonomi, peranan di sektor publik dapat lebih berkembang dan diterima masyarakat sebagai perubahan perspektif ke arah yang lebih baik terhadap peranan perempuan itu sendiri.

Boxer Rebellion (Yi He Tuan Qiyi) 1899-1901


Pemberontakan Boxer terjadi di China, khususnya China utara (Shantung), sebagai basis kaum petani yang termarginalkan dari peradaban China yang lebih maju di pusat pemerintahan. Kaum petani ini terkonsentrasi di tempat yang banyak terdapat tambang dan jalur rel kereta apinya. Kegiatan mereka bersifat rahasia, dan mereka juga berlatih bela diri dengan mempraktekkan jurus meninju, yang diyakini oleh para petani dapat meningkatkan kekebalan fisik mereka dari senjata. Oleh karena itu, orang barat menyebut mereka “boxer”. Yang menjadi sasaran pemberontakan ini adalah bangsa barat, lebih spesifik lagi adalah kepada para misionaris Kristen yang mereka anggap telah merendahkan derajat dan kebudayaan warga asli China. Saat itu China berada di bawah pemerintahan Janda Kaisar Tsu Hsi dalam Dinasti Qing, dinasti terakhir dalam sejarah China.
Latar Belakang Peristiwa
Kaum petani ingin menghancurkan Dinasti Qing yang dianggap tidak becus dalam menjaga isolasi China dari pengaruh barat, terutama setelah China kalah dari Inggris pada 1842 dan China terpaksa mematuhi Traktat Nanjing.
Kaum petani ingin membebaskan China dari pengaruh-pengaruh asing yang dianggap merusak kebudayaan dan ideologi China, baik melalui bidang perdagangan, politik, teknologi dan juga religi. Selain itu pihak barat juga melarang kepercayaan Confusianisme di China secara sepihak.
Kaum petani tidak senang melihat bangsa barat, utamanya para misionaris Kristen, diberi kedudukan sosial yang lebih istimewa dibanding rakyat asli China.
Jalannya PeristiwaDiawali dengan sengketa terhadap suatu kuil di Shandong antara para misionaris dan rakyat. Setelah misionaris menguasai kuil tersebut dan menjadikannya gereja, para petani pemberontak yang selanjutnya disebut kaum Boxer, menyerang dan membakar gereja tersebut.
Pada tahun 1899 Kaum Boxer melakukan pembantaian massal pada misionaris Kristen dan orang China yang menjadi pengikutnya. Para diplomat asing dan warga asing lainnya juga dibunuh.
Mei 1900, kaum Boxer mulai memasuki ibukota dan menyebarkan seruannya, dan mereka dijadikan angkatan khusus dan digaji oleh Kaisar.
Janda Kaisar Tsu Hsi pada 1900 memanfaatkan pemberontakan ini sebagai alat melawan Barat, dengan meningkatkan suplai makanan ke Peking Legation Quarter di mana orang asing dikepung, sembari memerintahkan agar semua orang asing dibunuh.
Kaum Boxer menyerang Tianjin dan Peking sebagai tindak lanjut dari perintah janda kaisar Tsu Hsi. Kaum Boxer juga sukses membunuh menteri Jerman yang ada di China.
China mendeklarasikan peraang terhadap sekutu yang sedang menduduki China.
Perlawanan Barat Terhadap Kaum Boxer
Negara-negara barat tentu saja tidak terima terhadap pemberontakan ini, karena kepentingan mereka untuk menguasai China terganggu. Negara-negara barat selain Inggris yang turut menginvasi China pun memanfaatkan pemberontakan ini untuk semakin memperkuat legitimasi kekuasaan mereka di China. Maka dari itu, negara-negara barat yang tergabung dalam Sekutu Delapan Negara mulai merencanakan berbagai taktik untuk menghentikan pemberontakan ini. Aliansi ini dikomando oleh Edward Seymour dan Alfred Gaselee. Sementara tentara China dikomando oleh Tsu Hsi.
Tentara Sekutu yang terdiri dari Inggris, Amerika Serikat, Jerman, Rusia, Perancis, Jepang, Italia, dan Austro-Hungaria membentuk aliansi untuk menahan pemberontakan ini serta melindungi segala kepentingan mereka di China termasuk para misionaris. Mereka tiba di Peking,di mana mereka dilaporkan merampok dan membantai penduduk setempat, sebagai aksi balasan atas pemberontakan Boxer.
Penyelesaian Pemberontakan BoxerDatangnya ekspedisi Tentara Jerman dengan jumlah sekitar 20.000 personil di bawah Marsekal Count Von Waldesse telah membuat kekuatan pemberontak semakin melemah. Sejak saat itu, kebanyakan tentara Eropa ditarik dari wilayah serangnya dan menyisakan tak seorangpun tentara China di basis-basis perjuangan mereka di Shantung, Nanjing, maupun Peking.
Tentara Aliansi juga menghancurkan desa-desa yang pernah dipakai sebagai markas kaum Boxer dan membunuh semua yang ada di dalamnya. Kemudian tentara Aliansi juga mengirim sepasukan prajurit ke Beijing dari Tsientin, setelah meredakan pemberontakan di sana.
Kaum Boxer, terutama, ternyata tidak dapat menandingi kekuatan Aliansi. Basis-basis asing yang dulu mereka kepung akhirnya dapat direbut kembali oleh tentara Aliansi, dan ganti istana kaisar yang dikepung. Hal ini telah berhasil memaksa Janda Kaisar Tsu Hsi kabur dari singgasananya.
Akhirnya tentara Aliansi merayakan kemenangannya dengan berparade di Kota Terlarang dan mengeluarkan kebijakan perdamaian yang tidak seimbang bagi China, sembari menyingkirkan kaum Boxer dari China.

Tuesday, August 21, 2007

Totemo Benri Da Yo!!!*


*) praktis banget lohhh [Jepang]

I just fulfilled the semester's credit list to determine which course I would attend the next semester. Seems like UGM has understood yet that everyone needs win-win solution there. The system would get so brief and the academic officers plus the lecturers wouldn't got headache. We just go online and fill in the form after we log on to the academic portal. See, perhaps the new rectors had realized that his students are all lazy-asses and need more retreat to enjoy the holiday without bothering about the process.

Hmm, yes and my departure from Malang is delayed after I heard that it could went online. But indeed it still needs lecturer's signature though. I'll be back soon after all due to bunch of ass-bags to explode.. hehehe. Maybe the next post would be written in YK...

Jaa Mata.

Monday, August 20, 2007

The End Of The Comfort Zone

This is the last day that I enjoy my holiday in Malang. It isn't so special since my activities are only hanging down at home and sometimes going out for a refreshened meal ^^. I was able to practise my hobby like sleeping and eating that much so that I gain my weight up to 57 kgs... Hehehe. It was then that I realize this is also not bad. I got enought time to retreat and filling my days with an absolute fun. I don't regret any single thing that I've done. I'm glad I finally I have time to help my parents and my sibling, just to had a little meaning of my holiday back then.

My friends were already busy on their own, some were involved in an extra lecture, some of them taking some courses to deal with as well. There are no reason for me to keep up for something like that because I've already done... When the time is so enjoyable for me, I really comforted into the comfort zone while everyone's in my reach and everything is just okay. I just wonder whether this is a point of turning back. Everyone's on their future view... I realize that yes indeed friendship and relations are faded away in sight but not on heart. I know that everyone's busy and got no chance to provide you enough share, comfortable talk like we did before.
Hmm.. plus, in this holiday, I also celebrated my 20th birthday. It was so sad that I grow up so much faster than I thought. I hate responsibility so much, that lately i should begin to handle it. It's the last day of this holiday in Malang, again. From now on, I should behave like mature people *sigh* and think as a mature and more controllable person, and become she who had a rejoiced future *ngayal mode on*
On the plan ahead, I still got my shot to repair my mark -_-; with still 21 semester credits to take this semester. I still hope and I still try my best to make my dreams come true... that is my deepest wish that I never reveal to anyone. Nobody knows about it. I was failed. However there is no reason to withdraw, as long I have my way I will walk and to test how though I am... Therefore, i should walk to a wider range of way, out of the comfort to find my challenge.
Still got so many things to do.

Tuesday, July 24, 2007

The First Recording


Huehehehe,
Guys, finally they made up the Joved [Java Overland Varsities English Debate] VCD [thanks to Mas Ajib from UII, although it's not for free and the teams didn't get royalties]. Anyways, it sounded like a radio that os not properly tuned on the right frequency. It's a great memorabilia though. Talking about the recording, yes, indeed, it's my first one. Perhaps I would never make one like that again.


After watching the VCD, I finally made up my mind to end my debate career right away. There were lots of mistake that I have to fix up next time. Not to mention the performance on Joved by me was below average and could not have a mention anymore. I was delivering "ladies and gentlemen" too much so that I wonder how adjudicator could end up adjudicating me all the time. The other failure was I was never able to provide the good gesture and to produce loud voices. To wave my hand frequently finally didn't support my speech, it's only annoying the adjudicators.


Again and again, it's a voice trouble. everyone always warns me up about this, since it made me become the flat speaker after all, where my voice doesn't able to support my capacity in delivering my arguments. Not to mention when the motion is not interesting for me, that I'm not into the debate any longer in purpose. Yeah few people acknowledges it as a problem, but not that severe though. However, I should try to scream and shout as well but I believe I would not find anywhere to exercise it.

Another lesson from the VCD, "I should try to act cool and natural!!" Well it seems that I got caught by candid scene that I was looking on something else and hmm not doing anything cool... hehe i dunno what cool is anyway...
The thing is : I have to improve after all. and that's it for today.

Sunday, July 22, 2007

It Had Been Hacked

w it

Hey people...
finally JOVED 2007 ended up. UGM grabs the runner ups and the quarter finalists. Hmmm it was nice but horrible... since i couldnt believe this.

But the ultimate anger is... my friendster is hacked!!!! how cud one could do such thing when that person didn't recognize his illness [if it's "his"] but necesarilly he should!!! That person was so mean to me that he's wildly overdone his hacking!!! The person called him "si bodoh" and he really understands what it means to him! nevertheless, i was able to cooperate and get my friendster back though. Now it goes like the war between Raito Yagami and L Ryuuzaki.... where it slash back each other..
"si bodoh" also now connected with my YM and makes me able to hunt him, hopefully.

i'll also try to calm down and relax to cherish my avenge spirit lately... and on the very moment it will turn out into a hell-big-bang of revenge, but a lovable revenge. I think "si bodoh" must be a lone wolf, dark-hearted creatures. Somehow, he is a man also, so that we shouldnt push him too far by escaping the space out of him. It spends my grace when i was pissed off by such soet of thing but eventually he got calmed but still screaming words upon my face..

Internet unconvenience has been annoying lately. There should be extra protection to handle this... seems Blue n Green is not safe to handle this by still applying some cookies for extra obstacles, hmmm?! Just to have it so much better... you have to sacrifice hell lots of damage that you cannot even pursuing your goal of comfort. What I wanted to say is just protect the public space, give restriction, and stay alerted. For the hackers, just use your skill to hack crap government sites or terrorist sites only and the users would bring mercy upon you.

posted by Eva-chan The "L"

Thursday, May 24, 2007

i torn my pants at campus

guys i've just finished my presentation about eco-terrorism in RNA's class -- seminar on the environment-- with my left side of my trousers were torn and remained a hole. currently i'm still wearing it. how shame. hehe, it was when i tried to approach the class coz it's nearly about to begin. when i crossed the road in the northern side of law faculty, my friend Adibah came and offered me a drive to the campus. but when i got the ride on, the "plat nomor" of the motorbike scratched my pants out of my knee. accidentally, i was unaware until i got down from the motorbike and suddenly changed my mind to just flee home.... aaarghh!!

well finally i took it easy as nobody cares of it too much. and some guys mentioned it as cool... well at least it has become another strike for my unlucky event this week including hell a lot of missing money,,, T_T and suffers more from the heavy tasks and papers.
But after all, my presentation was going on well and life goes on as usual. As usual, yeah, i ignore everything that happens to me and i become numb. i torn my pants that it also give me another blow that it's fun and everybody spotted on it while relating it to my harrashful behavior... it becomes reminders for me that i should be careful... in any other way...

Friday, May 18, 2007

Hell Yeah!!!

Anyway,
i'm now finishing downloading naruto shippuuden 13... wow ut was really slow shitted dowload where finalli i made it, yeah!!! But another things come to my schedule is that i gotta download the orenji renji "ika summer" new single!! Not just it, i'll made my first sufficient contribution and upload some stuffsdown there in multiply.

Well, the situation's been down lately. lazy me.

Thursday, April 12, 2007

I'm Getting Serious

Hereafter,
wishing you all a good luck. Now I am headed to mid-term exam on my department, 3 exams left and i've got to improve on my lecture but why the heck now am I standing here?? LOL

There was exam on Political Economy of Development lecture, and it was a verbal exam. The examiner were 2 of my lecturers, they were mrs. PSW and mr.RNA. I'd got questions about the debate of property right between Adam Smith and the Marxist arguments. Another one was about the three type of legitimate order, related to Max Weber's arguments on rationalism. Yokatta!! I had it enough of stomachache when I was after the exam, along the road... but instead of it, it's typically common for the student to get dizzied up while waiting for the turn for facing such exam.

Thank God it ends, but the question is, why the first half of the semester even didn't gave us --the student-- enlightment on how is it related to development. I am a little bit wondering about where could we identify the works of classical Economy Theorist on the rencent development? Yes it's quite clear for us all for having theories before it ends up with the practical ones. Another thing which I couldnt understand is why the exams should took form in such a way?? I feel that it was not necessary to claim success or to affirm accomplished lecture based on exam like that.

I hope there will be a more enthusiasting form of exam....