Wah, setelah beberapa waktu, aku mulai menyusun ulang catatan kuliahku yang tercecer untuk nanti kubaca lagi. Rencananya aku akan mulai memikirkan bagaimana untuk belajar menulis sebuah wacana tentang hubungan internasional [HI] yang lebih komprehensif. Untuk itu aku perlu referensi lebih banyak dan menambah porsi diskusi dengan orang-orang terkait untuk menambah wawasan. Senangnya, sekarang sudah banyak yang membantu daripada dulu.
Setelah mencari-cari dan mengelompokkan, akhirnya aku menemukan catatan beberapa waktu yang lalu di antara map-map berisi… hmm aku tak bisa bilang, unforgetable memories. Beruntung, catatan itu sangat penting, karena belum ada dosen HI di UGM yang memberi kuliah tentangnya. Yang spesial, itu kudapat waktu kuliah dengan Profesor Sakai Yumiko dari Chuo University [Chuo Daigaku] Jepang. Dalam ingatanku beliau terlihat awet muda, di saat yang sama aku berpikir bahwa jarang sekali ada wanita Jepang yang sekolah sampai jadi doktor. Mungkin sebaiknya aku bagi sedikit di blog ini untuk dapat dijadikan bahan diskusi lebih lanjut.
*****
Di Jepang khususnya Chuo University, Ilmu HI ditelaah untuk mengkaji dan mendalami perang dan perdamaian khususnya pada kedua masa Perang Dunia. Menurutnya terdapat beberapa isu penting yang beliau alamatkan untuk mengidentifikasi peristiwa yang dapat dijadikan acuan studi. Kejadian yang dimaksud terdapat pada Perang Dunia pertama [PD I] di mana isu senjata pemusnah massal mulai mencuat pasca terbongkarnya Manhattan Project. Isu tersebut disejajarkan dengan isu kemanusiaan di mana lebih banyak korban sipil bergelimpangan.
Kemudian rangkaian peristiwa penting lainnya juga beliau tuturkan, yaitu isu yang memanas di rentang waktu antara PD I dengan PD II, yaitu mengenai usulan dan pemikiran masyarakat idealis mengenai pengaplikasian hukum internasional untuk mencegah perang. Inilah yang menjadi titik tolak dibentuknya rezim internasional yang ditandai dengan munculnya embrio organisasi supra-nasional. Munculnya pemikiran para ahli seperti Hans J. Morgenthau dengan bukunya Politics Among Nations dan juga General Theories of International Politics telah membantu para pembuat keputusan untuk memetakan kekuatan politik dunia.
Sakai-sensei juga sedikit membahas mengenai perdamaian. Beliau menjelaskan bahawa studi tentang perdamaian secara aktif dipaparkan oleh Johann Galtung. Ia banyak memunculkan teori-teori mengenai perdamaian dan pendekatan dalam memahami banyak perspektif mengenai perdamaian. Selain itu Gene dan Sharp juga banyak melahirkan alternatif metode bina damai atau peace building secara non-kekerasan.
Perdamaian dapat dimaknai dengan dua cara menurut Galtung. Yang pertama ialah passive peace di mana perdamaian itu hanya sebatas ketiadaan perang atau kekerasan langsung. Sementara positive peace melihat bahwa perdamaian ialah juga ketiadaan kekerasan non-fisik atau kekerasan struktural yang tidak langsung.
Aku tidak tahu mengapa tiba-tiba beliau beralih membahas mengenai teori hubungan internasional. Menurut yang dijelaskan, ada beberapa model dalam menganalisa politik dan hubungan antar negara. Sekali lagi, sepertinya aku belum pernah menemukan yang seperti ini di buku yang pernah kubaca. Oh ya, seingatku Sakai-sensei banyak menghabiskan waktu kuliah demi membahas model ini.
Yang pertama ialah Power Politics Model [PPM]
Dimunculkan oleh Thomas Hobbes dalam bukunya, Leviathan, chapter ke-13. Jika melihat ilustrasi di atas, kita dapat menyimpulkan jika negara-negara saling lepas dalam mengurusi politik intern mereka. Dalam pandangan ini, problema yang dihadapi oleh suatu negara hendaknya diselesaikan oleh negara itu sendiri. Hal tersebut didasari asumsi bahwa kedaaan politik internasional penuh dengan anarki, dan negara-negara cenderung untuk saling berebut kekuasaan. Makanya jika suatu negara sampai melibatkan pihak luar untuk problem solving dikhawatirkan akan terjadi intrusi politik yang merupakan awal dari serangan pada suatu negara tertentu. Benar-benar berasa realis.
Model kedua adalah Transnational Function Model [TFM]
Di mana hubungan antar negara digambarkan saling ketergantungan, karena kedudukan masing-masing bangsa ternyata tidak sekuat yang dibayangkan untuk dapat melakukan autarchy, dan ancaman agresivitas negara lain tidak dirasa sepenuhnya benar adanya. Dalam rangka memfasilitasi hubungan ketergantungan tersebut, maka negara bekerja sama dengan berbagi sebagian kedaulatannya demi meraih tujuan dan pemenuhan kebutuhan bersama. Model seperti ini pertama kali diwujudkan dalam pembentukan European Economic Society [EEC] yang merupakan cikal bakal Uni Eropa.
Terakhir mengenai Centre Periphery Model [CPM]
Kenyataan bahwa kesejahteraan tidak selau merata telah melahirkan kesenjangan di antara bangsa-bangsa. Oleh karena itu akan selalu ada sebuah pusat di mana power terkonsentrasi yang disebut center. Ada pula daerah di sekitar center tersebut yang berkarakteristik kurang berkembang dibanding center, namun tetap terpengaruh dan bergantung pada center. Area itu disebut periphery, sebagai akibat perluasan pengaruh dari center. Ketergantungan periphery terhadap center merupakan sebuah dominasi kekuatan, di mana tanpa center, periphery tidak akan berlangsung. Galtung menyebutnya sebagai dependency theory.
Dalam ketiga model tersebut, Sakai-sensei juga mengemukakan bahwa banyak aktor yang dapat terlibat dalam jalannya sistem. Bukan hanya negara, namun juga korporasi multinasional, lembaga swadaya masyarakat atau non-govermental organizations (NGOs), serta pula Perserikatan Bangsa-Bangsa dan bahkan aktor individual.
masih ada lagi... tp ntar yah... hehehe
Setelah mencari-cari dan mengelompokkan, akhirnya aku menemukan catatan beberapa waktu yang lalu di antara map-map berisi… hmm aku tak bisa bilang, unforgetable memories. Beruntung, catatan itu sangat penting, karena belum ada dosen HI di UGM yang memberi kuliah tentangnya. Yang spesial, itu kudapat waktu kuliah dengan Profesor Sakai Yumiko dari Chuo University [Chuo Daigaku] Jepang. Dalam ingatanku beliau terlihat awet muda, di saat yang sama aku berpikir bahwa jarang sekali ada wanita Jepang yang sekolah sampai jadi doktor. Mungkin sebaiknya aku bagi sedikit di blog ini untuk dapat dijadikan bahan diskusi lebih lanjut.
*****
Di Jepang khususnya Chuo University, Ilmu HI ditelaah untuk mengkaji dan mendalami perang dan perdamaian khususnya pada kedua masa Perang Dunia. Menurutnya terdapat beberapa isu penting yang beliau alamatkan untuk mengidentifikasi peristiwa yang dapat dijadikan acuan studi. Kejadian yang dimaksud terdapat pada Perang Dunia pertama [PD I] di mana isu senjata pemusnah massal mulai mencuat pasca terbongkarnya Manhattan Project. Isu tersebut disejajarkan dengan isu kemanusiaan di mana lebih banyak korban sipil bergelimpangan.
Kemudian rangkaian peristiwa penting lainnya juga beliau tuturkan, yaitu isu yang memanas di rentang waktu antara PD I dengan PD II, yaitu mengenai usulan dan pemikiran masyarakat idealis mengenai pengaplikasian hukum internasional untuk mencegah perang. Inilah yang menjadi titik tolak dibentuknya rezim internasional yang ditandai dengan munculnya embrio organisasi supra-nasional. Munculnya pemikiran para ahli seperti Hans J. Morgenthau dengan bukunya Politics Among Nations dan juga General Theories of International Politics telah membantu para pembuat keputusan untuk memetakan kekuatan politik dunia.
Sakai-sensei juga sedikit membahas mengenai perdamaian. Beliau menjelaskan bahawa studi tentang perdamaian secara aktif dipaparkan oleh Johann Galtung. Ia banyak memunculkan teori-teori mengenai perdamaian dan pendekatan dalam memahami banyak perspektif mengenai perdamaian. Selain itu Gene dan Sharp juga banyak melahirkan alternatif metode bina damai atau peace building secara non-kekerasan.
Perdamaian dapat dimaknai dengan dua cara menurut Galtung. Yang pertama ialah passive peace di mana perdamaian itu hanya sebatas ketiadaan perang atau kekerasan langsung. Sementara positive peace melihat bahwa perdamaian ialah juga ketiadaan kekerasan non-fisik atau kekerasan struktural yang tidak langsung.
Aku tidak tahu mengapa tiba-tiba beliau beralih membahas mengenai teori hubungan internasional. Menurut yang dijelaskan, ada beberapa model dalam menganalisa politik dan hubungan antar negara. Sekali lagi, sepertinya aku belum pernah menemukan yang seperti ini di buku yang pernah kubaca. Oh ya, seingatku Sakai-sensei banyak menghabiskan waktu kuliah demi membahas model ini.
Yang pertama ialah Power Politics Model [PPM]
Dimunculkan oleh Thomas Hobbes dalam bukunya, Leviathan, chapter ke-13. Jika melihat ilustrasi di atas, kita dapat menyimpulkan jika negara-negara saling lepas dalam mengurusi politik intern mereka. Dalam pandangan ini, problema yang dihadapi oleh suatu negara hendaknya diselesaikan oleh negara itu sendiri. Hal tersebut didasari asumsi bahwa kedaaan politik internasional penuh dengan anarki, dan negara-negara cenderung untuk saling berebut kekuasaan. Makanya jika suatu negara sampai melibatkan pihak luar untuk problem solving dikhawatirkan akan terjadi intrusi politik yang merupakan awal dari serangan pada suatu negara tertentu. Benar-benar berasa realis.
Model kedua adalah Transnational Function Model [TFM]
Di mana hubungan antar negara digambarkan saling ketergantungan, karena kedudukan masing-masing bangsa ternyata tidak sekuat yang dibayangkan untuk dapat melakukan autarchy, dan ancaman agresivitas negara lain tidak dirasa sepenuhnya benar adanya. Dalam rangka memfasilitasi hubungan ketergantungan tersebut, maka negara bekerja sama dengan berbagi sebagian kedaulatannya demi meraih tujuan dan pemenuhan kebutuhan bersama. Model seperti ini pertama kali diwujudkan dalam pembentukan European Economic Society [EEC] yang merupakan cikal bakal Uni Eropa.
Terakhir mengenai Centre Periphery Model [CPM]
Kenyataan bahwa kesejahteraan tidak selau merata telah melahirkan kesenjangan di antara bangsa-bangsa. Oleh karena itu akan selalu ada sebuah pusat di mana power terkonsentrasi yang disebut center. Ada pula daerah di sekitar center tersebut yang berkarakteristik kurang berkembang dibanding center, namun tetap terpengaruh dan bergantung pada center. Area itu disebut periphery, sebagai akibat perluasan pengaruh dari center. Ketergantungan periphery terhadap center merupakan sebuah dominasi kekuatan, di mana tanpa center, periphery tidak akan berlangsung. Galtung menyebutnya sebagai dependency theory.
Dalam ketiga model tersebut, Sakai-sensei juga mengemukakan bahwa banyak aktor yang dapat terlibat dalam jalannya sistem. Bukan hanya negara, namun juga korporasi multinasional, lembaga swadaya masyarakat atau non-govermental organizations (NGOs), serta pula Perserikatan Bangsa-Bangsa dan bahkan aktor individual.
masih ada lagi... tp ntar yah... hehehe
No comments:
Post a Comment